Tim Pikacu IPB, Model Sekolah Rintisan di Indonesia

Tim Pikacu IPB, Model Sekolah Rintisan di Indonesia

tim-pikacu-ipb-model-sekolah-rintisan-di-indonesia-news
Riset

Minimnya sarana pendidikan menjadi kendala bagi sebagian wilayah pelosok di Indonesia, termasuk salah satunya adalah Kampung Kebon Cau, yang terletak di Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Tingginya jumlah anak yang putus sekolah serta rendahnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya pendidikan menjadi alasan bagi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mengembangkan model sekolah rintisan melalui Pondok Inspirasi dan Edukasi yang diberi nama Pikacu Mencari Cinta.

Mahasiswa tersebut adalah Duwi Apriyani, Wawan Budi Hantoko, dan Nuraeni dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Mokhamad Inggit Prakasa dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Tirta Suarna dari Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta). Program tersebut masuk ke dalam salah satu finalis Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) tahun 2018 yang dibimbing oleh Ir. Nindyantoro, MSP.

Duwi menuturkan bahwa Kampung Kebon Cau adalah kampung yang jauh tertinggal dalam hal pendidikan dan teknologi, sehingga cukup sulit melakukan adaptasi awal kepada para siswa di sana.

“Kampung Kebon Cau adalah kampung adat yang minim sekali sarana informasi, seperti televisi dan lainnya. Selain itu, tingkat putus sekolah paling tinggi di Desa Cipinang adalah kampung ini. Awalnya anak-anak hanya memperhatikan kami dari rumah masing-masing, kemudian kita coba ngobrol dengan anak yang paling berani untuk mengajak teman-temannya dan pendekatan satu-satu. Alhamdulillah sampai saat ini sudah hampir 50 anak yang mengikuti program Pikacu ini, selain itu orangtua juga semakin sadar akan pentingnya pendidikan,” terang Duwi.

Duwi menyampaikan bahwa Pikacu Mencari Cinta ditujukan untuk meningkatkan minat baca, cinta lingkungan, dan cinta tanah air. 

“Sebelumnya sudah ada sekolah rintisan, hanya saja masih belajar di teras rumah Pak RT karena apabila ke sekolah induk harus menempuh jarak 5 kilometer. Tetapi kendalanya rumah Pak RT tidak terjangkau oleh semua masyarakat di sana. Sebenarnya adik-adik di sana memiliki semangat untuk beajar hanya saja kekurangan sarana dan prasarana. Melalui program-program yang kami berikan, harapannya adik-adik dapat lebih semangat dengan sarana yang kami sediakan,” jelas Duwi.

Duwi juga menjelaskan berbagai program Pikacu yang terdiri dari delapan program besar. Tahapan awal yaitu Patimura (Pemberdayaan Tim Sakura) dimana tim Pikacu menyosialisasikan konsep program Pikacu Mencari Cinta kepada orangtua, pengajar, dan siswa.  Selanjutnya akan dibentuk tim Sakura terdiri dari tim pengajar dan masyarakat sekitar yang bertanggungjawab terhadap keberlanjutan program tersebut. 

Program pengajaran siswa yang utama adalah membentuk kebiasaan membaca untuk meningkatkan pengetahuan siswa. Program ini bernama Antasari (Aksi Baca dan Cerita Bersama Grup Sebaya), dimana siswa membentuk kelompok belajar untuk membentuk kebiasaan membaca pada siswa dan meningkatkan pengetahuan siswa. Kemudian program Pancala (Pekan Membaca dan Silaturahmi) berbentuk kunjungan dan peminjaman buku ke perpustakaan yang dibuat oleh tim Pikacu.

Pembentukan karakter cinta tanah air dan cinta lingkungan diterapkan kepada siswa melalui program Mataram (Mari Berpetualang Bersama) berupa permainan outdoor dengan berkeliling lingkungan Kampung Kebon Cau dan Kebun Raya Bogor. Ada juga program Akasia (Aku Cinta Indonesia) yaitu kegiatan mendongeng, seni peran,  menyanyikan lagu-lagu kebangsaan Indonesia, serta membuat kerajinan tangan dari barang bekas dengan tema Aku Cinta Indonesia. 

Selanjutnya program untuk cinta lingkungan seperti Batavia (Bank Sampah Favorit Anak) dimana anak dapat menyetorkan sampah dan ditukar dengan peralatan sekolah sesuai nilai sampahnya. Selain itu, tim Pikacu juga membuat program Garda (Gebrakan Pondok Inspirasi dan Edukasi) berupa pondok inspirasi dan edukasi yang memiliki perpustakaan dan ruang diskusi yang akan dikelola oleh tim Sakura. Terakhir adalah pemberian penghargaan kepada seluruh siswa, serta pertunjukkan seni dan pameran hasil kreativitas siswa dalam program Pikacu Award.

Duwi berharap model sekolah rintisan ini tidak hanya memberi inspirasi tapi juga bisa diadopsi oleh dinas dan dapat direplikasikan di daerah lain.

“Kami cukup prihatin dengan kondisi pendidikan di pelosok Indonesia. Masih banyak sekolah rintisan yang belum disentuh pemerintah, harapannya program kami ini dapat diterapkan di sekolah rintisan lainnya. Serta harapannya angka putus sekolah di kampung tersebut semakin turun, minimal lanjut ke Pesantren. Selain itu pemerintah Indonesia dapat lebih memperhatikan sarana dan prasarana sekolah-sekolah di pelosok negeri ini,” harap Duwi. (UAM/Zul)