Mahasiswa IPB Manfaatkan Sabut Kelapa untuk Deteksi Hematuria

Mahasiswa IPB Manfaatkan Sabut Kelapa untuk Deteksi Hematuria

mahasiswa-ipb-manfaatkan-sabut-kelapa-untuk-deteksi-hematuria-news
Berita

Perhatian tiga mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) ini terhadap dunia kesehatan, sungguh patut diacungi jempol. Mereka adalah  Ahmad Irvan Pratama, Dina Istiqamah, dan Neng Shinta Noveria Aska dari Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB. Mereka merancang alat pendeteksi penyakit hematuria yang diberi nama Biotra (Biosensor Hematuria Berbasis Enzim Heme Oksigenase dari Streptococcus agalactiae sebagai Deteksi Dini Hematuria).  Alat pendeteksi yang dirancang Irvan dan rekan-rekannya terpilih sebagai Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) yang didanai oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti RI). 

Hematuria merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya sel darah merah dalam urin yang disebabkan adanya kebocoran di glomerulus. Jika sudah parah, darah akan masuk ke dalam saluran kemih yang akan terbuang bersama dengan urin. Di Indonesia, prevalensi penderita penyakit hematuria terbilang tinggi. Bahkan di tahun 2016, jumlah penderita gagal ginjal kronik di Indonesia mencapai 300 ribu orang. 

Ahmad Irvan Pratama, Ketua PKM-P menyampaikan bahwa ide timnya ini berawal dari keprihatinan terhadap alat deteksi hematuria yang ada saat ini masih sulit digunakan dan harganya terbilang mahal. "Saat ini, alat pendeteksi hematuria memang sudah ada, tapi pengadaannya Indonesia masih mengandalkan impor dan harganya mahal," terangnya. Alat pendeteksi Biotra memiliki kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh alat pendeteksi hematuria yang ada di pasaran. Hal ini disebabkan strip indikator yang dijadikan sebagai alat deteksi terbuat dari gabungan antara serabut kelapa, kitosan, dan zinc oksida (ZnO).  Dalam penggunaannya, Biotra mendeteksi darah menggunakan strip yang digunakan dengan cara mencelupkan strip langsung ke urin. Perubahan warna pada strip di setiap konsentrasi darah dapat menjadi salah satu penentu terhadap tingkatan hematuria yang dialami oleh pasien. Jika strip berwarna hijau artinya urin positif mengandung darah.

"Jadi alat yang kami sedang rancang ini mirip seperti kertas lakmus yang kami tambahkan dengan enzim hemeoksigenase dengam bantuan bakteri streptococcus agalactiae. Dengan enzim ini, hemoglobin dapat dipecah menjadi biliverdin sehingga strip akan berubah warna menjadi hijau," tambahnya. Neng menyampaikan bahwa untuk saat ini alatnya masih dalam pengembangan, yaitu pada tahap isolasi enzim, "Kami mempunyai target alat ini sudah bisa selesai sebelum liburan Ujian Akhir Semester (UAS)," terangnya. 

Ketika mengetahui bahwa idenya terpilih menjadi PKM-P yang didanai oleh Kemeristekdikti, Irvan menyampaikan,  “Kami lumayan kaget waktu tahu didanai. Sangat bersyukur pastinya, karena artinya ide yang kami bawa adalah ide yang bagus," ucapnya. Mereka berharap agar suatu hari nanti, karyanya dapat diimplementasikan. "Kami berharap strip yang kami buat ini dapat digunakan dan dijangkau  oleh seluruh masyarakat secara umum agar bisa mendeteksi hematuria guna melakukan pencegahan sejak dini," terang Irvan. Neng menambahkan harapannya yakni berharap agar bisa segera merampungkan gagasannya ini dan memberikan yang terbaik agar layak untuk lolos ke PIMNAS. (SMH/ris).