Mahasiswa IPB Teliti Temu Ireng untuk Obat Cacing
Tren kembali ke alam mendorong masyarakat cenderung menggunakan obat herbal. Penggunaan obat herbal dinilai lebih aman dibandingkan dengan obat sintetik yang beredar di pasaran. Salah satuobat herbal yang dikenal masyarakat yakni temu ireng sebagai antelmintik. Penelitian mengenai temu ireng sebagai antelmintik menunjukkan hasil yang positif. Namun, belum diketahui apakah seluruh sampel temu ireng di setiap wilayah di Indonesia memiliki potensi dan aktivitas sebagai antelmintik yang sama. Hal ini membuat Syifa Silfani Nurul Rizqaatau yang akrab disapa Syifa melakukan penelitian ini.
Mahasiswa Biokimia ini mendapatkan temu ireng dari lima daerah yang berbeda yaitu Bogor, Purwakarta, Ponorogo, Magetan, dan Pasaman. Kemudian dilakukan analisis aktivitas antelmintik dari kelima sampel dari daerah tersebut. Uji yang dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis untuk mendeteksi adanya komponen kimia dalam ekstrak.
Hasil yang diperoleh menunjukkan dari kelima daerah yang berbeda, semuanya memiliki senyawa flavonoid, tanin, minyak atsiri, dan saponin. Senyawa-senyawa inilah yang berperan dalam aktivitas temu ireng tersebut sebagai antelmintik. Namun temu ireng yang berasal dari Ponorogo dan Magetan yang paling tinggi senyawa aktifnya dengan konsentrasi 20 mikrogram per mililiter. Antelmintik sendiri merupakan obat cacing.
Menurut World Health Organization (WHO) penyakit cacingan merupakan penyakit endemik kronik yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan tetapi menurunkan tingkat kesehatan tubuh manusia maupun hewan ternak. Sebanyak 1,5 miliar orang atau sekitar 24 persen dari populasi dunia terinfeksi cacing Soil Transmittes Helminth (STH).(KMU/ris)