Guru Besar IPB Kembangkan Model yang Bisa Ramal Cuaca Ekstrim
Perubahan iklim global menyebabkan kejadian ekstrim seperti curah hujan dan suhu ekstrim. Intensitas curah hujan diproyeksikan akan meningkat khususnya di daerah tropis dan dataran tinggi dengan peningkatan yang lebih dari curah hujan rata-rata.
Sejak dahulu, curah hujan yang ekstrim berpengaruh secara langsung terhadap ketersediaan air. Kurangnya ketersediaan air akan berdampak kekeringan, dan sebaliknya apabila kelebihan air akan menimbulkan banjir.
Dalam usaha mengantisipasi dampak buruk curah hujan ekstrim, dibutuhkan informasi tentang curah hujan yang akurat dan cepat. Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, MSc, mengatakan, bahwa informasi curah hujan yang akurat dan cepat bisa diperoleh melalui pendugaan curah hujan dengan model Statistical Downscaling (SD). Model SD ini memanfaatkan data luaran General Circulation Model (GCM).
“Model SD ini adalah suatu fungsi transfer yang menggambarkan hubungan sirkulasi atmosfir global dengan unsur-unsur iklim lokal,” ujarnya dalam Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar-nya di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Dramaga, Bogor (24/2).
Sedangkan GCM merupakan model numeri, deterministik dan simulasi komputer yang kompleks tentang kondisi iklim dengan berbagai komponennya yang berubah sepanjang waktu. GCM menggambarkan hubungan matematik sejumlah interaksi fisika, kimia dan dinamika atmosfir bumi.
“Model ini diakui dan diyakini sebagai model penting dalam upaya memahami iklim di masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Data luaran GCM berorientasi spacial (grid-grid) dengan koordinat latitude (lintang), longitude (bujur) dan temporal (waktu) yang beresolusi rendah atau skala besar,” ujarnya.
Selain sebagai alat prediksi utama iklim dan cuaca, GCM juga sebagai sumber informasi primer untuk menilai pengaruh perubahan iklim di masa datang. "Resolusi GCM terlalu rendah untuk memprediksi iklim lokal, tetapi GCM masih mungkin digunakan untuk memprediksi iklim lokal," katanya.
Ia mengatakan, model SD dapat digunakan untuk prediksi dan proyeksi unsur-unsur iklim. Prediksi umumnya dilakukan untuk skala waktu yang pendek (harian, mingguan, bulanan, musiman, sampai satu tahunan) baik untuk masa yang akan datang maupun masa lampau.
Proyeksi pendugaan dilakukan untuk skala waktu ke depan yang panjang (puluhan tahun). Hasil proyeksi dapat digunakan untuk menganalisis keragaman iklim lokal. "Model SD dapat digunakan juga untuk rekonstruksi data historis," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, penelitian pemodelan SD dimulai tahun 2004-2006 dengan penentuan berbagai domain GCM, sehingga diperoleh domain 8×8 yang terbaik. Domain ini berperan penting dalam pemodelan SD.
Keberhasilan pemodelan SD untuk data curah hujan terutama kejadian ekstrim dapat dijadikan sebagai tahap awal pemodelan SD untuk unsur iklim lainnya seperti suhu ekstrim. "Kejadian suhu ekstrim rendah yang mungkin terjadi di dataran tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, misalnya tanaman padi dan produksinya," imbuhnya.
Prof Aji mengatakan, ia berkoordinasi dengan BMKG dalam pengembangan model SD ini. Selama ini BMKG tidak menggunakan model yang sama dengan yang dikembangkannya. BMKG juga merekomendasikan agar ia dapat mengunakan model tersebut dalam mengukur suhu ekstrim.
Menurutnya, pendugaan cuaca ekstrim dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakan terutama antisipasi bencana, termasuk dalam menentukan kalender tanam di sektor pertanian. (**/zul)