Peneliti IPB Kaji Pengaruh Modernisasi terhadap Kearifan Lokal Suku Bajo
Sebagian besar masyarakat pesisir Indonesia memiliki pola hidup yang disebut kebudayaan pesisir. Upaya eksploitasi sumber daya laut yang dilakukan oleh masyarakat pesisir (nelayan) dihadapkan pada lingkungan yang keras dan diliputi rasa ketidakpastian. Sehingga untuk mengahadapi ketidakpastian lingkungan diperlukan pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan dan adat kebiasaan untuk bertidak secara tepat dan strategis yang sering dikenal sebagai kearifan lokal.
Penelitian yang dilakukan Dr. Mutiara Fadhila dan Dr. Soeryo Adiwibowo tentang pengaruh modernisasi terhadap kearifan lokal Suku Bajo dalam pemanfaatan sumberdaya hayati laut. Mereka berasal dari Departemen Sanis Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (FMIPA-IPB).
Dr.Soeryo mengatakan bahwa modernisasi merupakan proses transformasi dimana terjadi perubahan masyarakat dalam segala aspek. Modernisasi melalui peningkatan dan penggunaan teknologi alat tangkap serta bantuan pemodalan berakibat terjadinya perubahan dalam suatu komunitas. Program penggerak Revolusi Biru, bukannya menciptakan perikanan semakin maju dan nelayan menjadi sejahtera, tetapi menciptakan kompleksitas permasalahn perikanan. Hal tersebut menjadi perhatian, karena tidak semua lapisan nelayan dapat memanfaatkan peluang modernisasi dan hanya sebagian kecil nelayan yang dapat menikmatinya.
Dr. Soeryo menjelaskan, suku Bajo merupakan suku pengembara laut ulung yang tersebar di berbagai daerah perairan Indonesia. Suku Bajo memiliki seperangkat kearifan lokal dalam pengelolaan laut karena kaitannya yang sangat erat dengan menjadikan laut sebagai tempat keramat dan dimiliki nenek moyang dibanding dengan suku lain seperti Bugis-Makassar yang mampu menyelenggarakan kehidupannya di semua tempat.
“Dalam hal usaha mata pencaharian telah terjadi pergeseran dari orientasi sosial kepada orientasi ekonomi. Hasil dari relokasi penduduk Bajo menyebabkan terjadinya pergeseran dalam penggunaan teknologi dalam memanfaatkan sumberdaya hayati laut,” ujarnya.
Hasil studi peneliti IPB ini menunjukkan bahwa modernisasi teknologi penangkapan telah mengubah armada penangkapan, jangkauan wilayah dan jumlah trip penangkapan, serta nilai hasil tangkapan ikan. Modernisasi ini lebih banyak diadopsi nelayan berusia di bawah 50 tahun.
Sebagai akibatnya kearifan lokal Nelayan Bajo Sapeken dalam membaca kondisi alam memudar dan hanya dimiliki nelayan tua. Namun kepercayaan dalam kegiatan penangkapan ikan masih dianut oleh Nelayan Bajo Sapeken. Kedua, terjadi pergeseran orientasi nilai budaya dalam hal hubungan manusia dengan alam, dari hidup selaras dengan alam menjadi condong ke arah menaklukkan alam.(AT/ris)