Peneliti IPB Tingkatkan Produktivitas Sapi Perah dengan Silase Ransum Komplit
Sapi perah merupakan ternak penghasil susu terbesar di Indonesia. Perlu upaya yang besar untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan persistensi sapi perah agar impor susu dapat ditekan dan target swasembada susu 50 persen tahun 2020 dapat dicapai. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas susu sapi tersebut, diantaranya adalah ketersediaan pakan secara berkesinambungan baik konsentrat maupun hijauan yang memiliki kualitas tinggi. Pakan yang berkualitas tinggi dapat dihasilkan dengan teknologi fermentasi menjadi bentuk silase.
Untuk itu, tim peneliti dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB), terdiri dari Despal, Idat Galih Permana dan Dwiera Evvyernie Amirroenas melakukan percobaan dalam upaya meningkatkan produktivitas sapi perah dan daya saing peternak dengan menggunakan teknologi silase ransum komplit pada pakan ternak sapi. Program ini dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Cibungbulang, Bogor.
Teknik silase adalah pengawetan hijauan melalui fermentasi asam laktat secara anaerob. Hijauan yang di-silase dapat disimpan tahunan. Teknik silase memungkinkan mengawetkan kelebihan hijauan pada musim penghujan, memanen hijauan pada saat produktivitas tertinggi, sehingga produksi per hektar meningkat, mendatangkan hijauan dalam jumlah besar (efisiensi transportasi) dan mengawetkan limbah pertanian yang tersedia dalam jumlah besar semusim untuk dipergunakan pada saat hijauan sulit diperoleh.
“Saat ini lahan semakin sulit dan produksi hijauan semakin terbatas, sehingga mau tidak mau harus ada upaya konservasi artinya pengawetan hijauan supaya tersedia sepanjang masa. Hijauan yang bisa dikonservasi itu tidak hanya hijauan yang diproduksi di musim hujan, tetapi bisa juga limbah tanaman semusim hasil dari limbah pertanian seperti jerami. Itu tersedia dalam jumlah banyak, tidak mungkin diberikan dalam satu hari sehingga perlu dikonservasi,” ujar Despal.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, tim ini menggunakan metode partisipasi (participatory approach) yang dibagi menjadi tiga fase, yaitu insepsi, pelaksanaan dan monev (monitoring dan evaluasi). Mitra program ini adalah dua orang peternak sapi perah anggota Koperasi Peternakan Sapi (KPS) Bogor yang berlokasi di Kunak Cibungbulang yang memiliki sapi laktasi sebanyak 12 dan 15 ekor. Hasil dari tahap insepsi yang telah dilakukan adalah diperolehnya gambaran peternak, kesepakatan rencana implementasi dengan pengurus koperasi dan pemasok bahan-bahan yang diperlukan serta dukungan koperasi dalam pelaksanaan kegiatan. Penyesuaian jenis bahan yang dijadikan silase juga dilakukan pada fase insepsi berdasarkan ketersediaan pakan yang ada dan keinginan peternak.
Silase ransum komplit merupakan silase yang tersusun dari beberapa macam bahan pakan yang telah diformulasikan. Dalam pembuatan pakan komplit berbentuk silase ini mirip proses fermentasi pada umumnya. Campuran hijauan bahan baku dipotong-potong dengan mesin chopper kemudian dicampur dan diaduk merata dengan bahan konsentrat. Selanjutnya campuran ransum komplit dimasukkan ke dalam silo, dipadatkan dan ditutup rapat (anaerob) selama tiga minggu dan produk akhirnya dinamakan silase ransum komplit. Secara umum pembuatan silase jagung berjalan 14 hari, sedangkan silase rumput gajah bisa mencapai empat minggu. Penambahan molases dan starter dapat mempercepat proses ensilasi menjadi lima hari.
Tim peneliti ini melakukan percobaan pemberian pakan pada ternak melalui penelitian selama enam minggu pemberian pakan. Dari percobaan yang dilakukan tim tersebut disimpulkan bahwa teknologi silase dapat meningkatkan keberlangsungan penyediaan pakan berkualitas. Namun, peternak masih belum mau menerapkan penggunaan silase ransum komplit secara total, terutama pada sapi berproduksi tinggi karena kekhwatiran peternak akan penurunan produksi susu yang tajam jika dilakukan penggantian pakan. Untuk itu tim peneliti ini menyarankan agar menggunakan silase ransum komplit sebanyak 50 persen dari ransum sehari-hari dengan penggantian ransum secara bertahap.
“Dengan silase peternak lebih mudah karena tidak perlu mengarit rumput setiap hari dan juga lebih seimbang kandungan nutrisi yang diberikan pada ternak. Peternak sebenarnya sudah tahu dan mulai merasakan, tetapi kalau peternak skala kecil yaitu dengan tiga ekor, tidak perlu pengolahan silase. Namun ketika memiliki ternak lebih dari tiga ekor, maka harus memiliki hijauan konservasi,” terang Despal.(IR/NM)