Mahasiswa IPB Meneliti Biodiversitas Cendawan Anthelmintik Di Padang Penggembalaan

Mahasiswa IPB Meneliti Biodiversitas Cendawan Anthelmintik Di Padang Penggembalaan

mahasiswa-ipb-meneliti-biodiversitas-cendawan-anthelmintik-di-padang-penggembalaan-news
Riset

Keanekaragaman hayati (biodiversitas) Indonesia terbesar kedua di dunia. Salah satunya disumbang oleh cendawan. Cendawan Indonesia menyusun 25,5% keanekaragaman cendawan yang ada di dunia, yaitu kurang lebih 12.000 dari 47.000 spesies. Persentase itu dikatakan rendah mengingat letak geografis Indonesia sangat sesuai untuk pertumbuhan cendawan. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya penelitian mengenai biodiversitas cendawan asli Indonesia.

Christian Tristianto mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua PKMP (Program Kreatifitas Mahasiswa, Penelitian) bersama 3 anggota timnya yaitu Bagus Eko Nugroho, Mustika Rini, dan Puspitasari Anggiani terdorong untuk meneliti keragaman cendawan koprofil di padang gembalaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi biodiversitas cendawan koprofil asli Indonesia padang penggembalaan di daerah Jawa Barat serta potensinya sebagai anthelmintik pada domba.

 Cendawan memiliki berbagai jenis dan cara penyebaran. Salah satunya cendawan koprofil yaitu cendawan yang tumbuh pada substrat feses hewan. Cendawan koprofil memiliki banyak potensi di antaranya penghasil arachidonic acid (ARA), nematisida alami, metabolit antibiotik, dan enzim selulase.

Feses herbivora tidak hanya mengandung spora cendawan koprofil, melainkan terdapat pula telur cacing, bakteri, protozoa, dan mikrocendawan lain. Hal tersebut merupakan gambaran simbion pada saluran pencernaan herbivora. Interaksi positif apabila inang diuntungkan, negatif apabila inang dirugikan, dan netral apabila inang tidak diuntungkan maupun dirugikan. Interaksi juga dapat terjadi antar simbion. Salah satunya adalah interaksi antara cendawan koprofil terhadap cacing. Jika interaksi yang terjadi negatif, telur cacing pada feses berkurang.

“Infeksi cacing dapat mengakibatkan penurunan produksi berupa turunnya bobot badan, terhambatnya pertumbuhan, serta turunnya produksi susu dan daya tahan tubuh pada ternak,” terangnya.

Anthelmintik atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Ada dugaan cendawan koprofil berpotensi sebagai anthelmintik.

Penyakit pada domba yang paling umum adalah cacingan. Hampir 100% domba di Jawa Barat itu terkena cacingan. Para peternak menggunakan obat cacing untuk mencegah cacingan. Yang mengkhawatirkan adalah dosis yang diberikan berlebih dan waktu pemotongan yang cepat sehingga obat cacing masih bekerja pada domba.

“Kami khawatir apabila ini terjadi dan daging domba tersebut dimakan manusia, maka manusia mendapatkan residu dari obat cacing tersebut,” tutur Christian.

Percobaan yang dilakukan tim ini menggunakan feses yang diambil dari domba di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol IPB dan padang penggembalaan sekitar Pabrik Gula Jatitujuh, Kuningan. Sampel dibawa ke Laboratorium Divisi Fungsi dan Perilaku Hewan Departemen Biologi, IPB. Feses tersebut dipreparasi dan diinkubasi untuk dilakukan penghitungan telur cacing. Telur cacing yang ada pada feses dihitung untuk mengetahui tingkat infeksi cacing (FECFaecal Egg Count). Tergolong infeksi ringan apabila jumlah telur cacing pada domba berkisar 0-499 telur/gram; sedang 500-2000 telur/gram; dan berat diatas 2000 telur/gram (Tarazona 1986). Tim ini mendapatkan domba yang terinfeksi sedang, dengan jumlah telur mencapai 1500 buah.

Tim juga melakukan dentifikasi cendawan melalui feses yang diinkubasi. Feses domba yang diambil di setiap lokasi ditempatkan dalam 5 wadah yang dilapisi dengan kapas agar tetap lembab dan diisi 3 butir feses dan diinkubasi hingga cendawan tumbuh dan diamati.

”Kami masih pada tahap identifikasi cendawan. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan struktur dari cendawannya dan tidak semua cendawan yang kami tumbuhkan sudah memiliki struktur lengkap,” ungkap Christian mahasiswa jurusan Biologi tersebut.

Menurutnya, cendawan dapat dikatakan memiliki potensi anthelmintik apabila memiliki data korelasi yang baik yang bertolak belakang. Contohnya apabila ada cendawan A pada sampel feses domba 1 dan 2 dan jumlah telur cacing yang dihitung pada kedua sampel berbeda yaitu ada yang lebih sedikit, kemungkinan cendawan tersebut memiliki potensi sebagai anhelmintik.(IR/Zul)