FKH IPB Gelar Simposium Nasional Farmakologi Pertama
Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB) menyelenggarakan Simposium Nasional Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan yang pertama, dengan tema “Eksplorasi Substitusi Antimikrobial Growth Promotor (AGP) untuk Menunjang Kesehatan Semesta”, di Auditorium Andi Hakim Nasoetion Kampus IPB Dramaga Bogor (19-20/7). Simposium ini melibatkan berbagai pihak yang terdiri atas akademisi, praktisi, petani/peternak, peneliti, pengusaha, dan pemerintah yang berkepentingan dengan perkembangan substitusi antimikrobial dan penanggulangan resistensi Antibiotik Growth Promotor (AGP).
Ketua panitia, drh. Min Rahminiwati, MS menyampaikan, simposium ini merupakan kegiatan perdana sebagai ajang silaturahmi dan diskusi antara akademisi, pemerintahan dan perusahaan. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan tujuan membahas isu terbaru terkait dunia kesehatan dan masalah dalam dunia kedokteran hewan, sehingga mendapatkan solusi untuk menghadapi berkembangnya resistensi Antibiotik Growth Promotor (AGP). Solusi tersebut berupa substitusi AGP dan antimikrobial.
“Melalui simposium ini kami berharap diperoleh solusi untuk menghadapi berkembangnya resistensi AGP dan antimikrobial. Tujuan jangka panjang dari kegiatan ini adalah untuk menunjang kesehatan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Dekan FKH IPB, Prof. Dr. drh. Srihadi Agungpriyono mengatakan, antimikrobial merupakan obat utama yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit pada hewan dan manusia. Obat tersebut biasa digunakan sebagai terapi penyakit, pencegahan penyakit, dan pemacu tumbuh atau sering disebut juga AGP.
Dikatakannya, penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol dan tidak sesuai prosedur masih cukup tinggi di dunia peternakan, sehingga terjadi resistensi mikroba terhadap antibiotik tersebut. Begitu pula halnya dengan penggunaan AGP yang sangat sulit untuk dikurangi apalagi dicegah. Permasalahan ini membutuhkan suatu solusi berupa produk yang mampu memacu pertumbuhan ternak tanpa menimbulkan resistensi.
Ia menambahkan, pemerintahan, swasta dan kalangan akademisi memiliki peran penting sebagai pelopor dalam pengendalian resistensi antimikrobial. Peran pemerintah yaitu menyusun kebijakan tentang pembatasan penggunaan antibiotik dan memfasilitasi berbagai instansi untuk menemukan substitusi AGP; pihak swasta berperan untuk menyediakan, memproduksi dan mendistribusikan produk substitusi AGP; peran perguruan tinggi dalam melakukan penelitian untuk menemukan substitusi AGP ini sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
Simposium ini menghadirkan pembicara yang handal di bidangnya, yakni drh. Yurike Elisadewi Ratnasari, M.Si (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI); Dr. drh. Heru Setijanto, PAVet (K) (Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia); drh. Min Rahminiwati MS, PhD (Dosen Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB); James Young-Seok Kim DVM, MBA (Poultry Technical Lead, Asia Pacific, Korea Selatan); Rolando Valientes DVM (DSM Regional Category Manager – Eubiotics – Asia Pasific, Filipina); dan drh. Mukhlas Yasi Alamsyah (dokter hewan praktisi pengguna obat tradisional).
Hadir dalam simposium ini sebanyak 170 peserta dari praktisi, petani/peternak, peneliti, pengusaha, pemerintah dan sejumlah perwakilan perguruan tinggi yang ada di Indonesia. (Awl)