Jenderal TNI Gatot Nurmantyo : Lebih 70 Persen Konflik Dunia Dipicu Energi dan Pangan

Jenderal TNI Gatot Nurmantyo : Lebih 70 Persen Konflik Dunia Dipicu Energi dan Pangan

jenderal-tni-gatot-nurmantyo-lebih-70-persen-konflik-dunia-dipicu-energi-dan-pangan-news
Berita

Lebih dari 70 persen konflik yang terjadi di dunia dipicu perebutan sumber energi dan pangan. Demikian disampaikan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo saat memberikan kuliah umum di hadapan ribuan sivitas akademika Institut Pertanian Bogor (IPB),  Kamis (23/2), di Grha Widya Wisuda, Kampus  IPB Darmaga, Bogor.

“Dengan penambahan kebutuhan energi dunia sebesar 41 persen pada tahun 2035, maka energi fosil dunia diperkirakan akan habis tahun 2043.  Konflik ini sangat wajar terjadi, sebab masing-masing negara wajib menjamin keselamatan warganya dan mengamankan ketersediaan energi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup bangsanya. Entah itu berasal dari eksplorasi dalam atau melalui kerjasama dengan luar negeri,” paparnya. Ia mencontohkan konflik yang terjadi di Suriah, terjadi karena perebutan sumber energi negara-negara besar di wilayah tersebut.

Melihat kenyataan ini, terangnya, banyak pakar dan akademisi di seluruh dunia juga berusaha menciptakan energi  terbarukan sebagai pengganti energi fosil. Berdasarkan berbagai temuan ilmiah, salah satu energi baru yang dapat diciptakan berasal dari tumbuh-tumbuhan atau dikenal dengan sebutan energi hayati atau bioenergi. Kecenderungan peningkatan penggunaan bioenergi memicu krisis harga pangan dunia  meningkat sangat tajam. “Krisis pangan di Venezuela dan Kolumbia menyebabkan masalah sosial dan kriminal,” ujarnya.

Di Indonesia, krisis pangan bisa kapan saja terjadi dan patut diwaspadai. Ia menyampaikan perbandingan harga beras pada tahun  2017,  di Indonesia rata-rata harganya Rp 12.200, sementara harga beras broken white di Kamboja 5 persen Rp 6.317, beras broken white di Thailand Rp 4.482, dan beras putih grade B di Vietnam Rp 5.107.  Kondisi ini menjadi kesempatan berbagai pihak melakukan impor beras dan mengganggu ketahanan pangan nasional. “Ini isu yang sangat strategis. Oleh karena itu,  saya sangat semangat memberikan kuliah umum di sini. Saya berharap teman-teman mahasiswa IPB giat belajar dan menularkan ilmunya pada para petani,” paparnya.

Lebih lanjut Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan pertanian mempunyai peran yang sangat penting. Pertanian merupakan faktor penentu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2016 sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan menyumbang pertumbuhan ekonomi 5,02 persen dan menjadi faktor menentukan bagi ketahanan bangsa. “Mari kita maksimalkan modal geografi Indonesia baik dari sisi maritim maupun agraris untuk mewujudkan ketahanan bangsa. Mahasiswa IPB, kalian patriot sejati, belajarlah yang rajin untuk nantinya membantu kesejahteraan petani. Belajar untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan bangsa,” tegasnya.

Sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap terwujudnya ketahanan bangsa di bidang pangan, TNI membentuk Sentra Pelayanan Petani Padi Terpadu (SP3T) di Jombang. Jenderal TNI Gatot Nurmantyo juga menyatakan ini menjadi tantangan IPB untuk menjawab berbagai persoalan ketahanan pangan.

Berkaitan hal tersebut, Rektor IPB Prof. Dr. Herry Suhardiyanto dalam sambutannya menyampaikan berbagai kiprah IPB di tingkat nasional maupun internasional. “Inovasi IPB telah dirasakan masyarakat. Peran IPB semakin nyata di bidang pertanian, salah satunya inovasi  IPB selama sembilan tahun berturut-turut  terpilih sebagai inovasi Indonesia paling prospektif  terbanyak sejak tahun 2008 -2016,” ujar Prof. Herry. (ris)