Guru Besar IPB : Waspada Virus Zika

Guru Besar IPB : Waspada Virus Zika

Virus-zika
Riset

Penyebaran virus zika sudah diketahui sejak tahun 1947 dan pertama ditemukan pada monyet di Afrika. Setelah itu, virus ini diketahui menyebar ke Asia. Selanjutnya, pada tahun 2007 mulai banyak menular dan meletus ketika akhir 2014 hingga 2015 bahkan sampai sekarang masih ada.

 

Virus ini seakan-akan pernah menghilang dan muncul kembali. Sampai saat ini, virus zika menginfeksi primata, belum ada bukti menginveksi ternak dan belum ada vaksinnya. Virus ini ditularkan oleh nyamuk terutama Aedes aegypti (vektor dengeu, yellow fever, chikungunya). Vektor definitif maupun potensial banyak terdapat di Afrika, Amerika, Asia, Eropa dan Kepulauan Pasifik.

 

Menurut pakar di bidang virus Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Surachmi Setyaningsih, dengan terdeteksinya virus zika di Singapura, Indonesia harus waspada karena potensi penularannya sangat tinggi, yakni nyamuk Aedes aegypti-nya ada, lingkungan mendukung dan kepedulian masyarakatnya kurang. “Ini adalah faktor risiko yang kami anggap penting. Harus digarap serius dan tidak bisa parsial,” ujarnya.

 

Dikatakannya, saat ini Singapura sudah melaporkan adanya serangan virus zika pada manusia. Karena ada isu bahwa virus ini kemungkinan ada hubungan dengan bayi yang akan dilahirkan, mereka mendeteksi walaupun gejalanya ringan seperti  demam, mata merah, bercak merah (seperti demam berdarah). “Singapura dengan kita kan dekat, saya kira nyamuknya tidak berbeda jauh spesiesnya dengan kita. Mereka yang sanitasinya bagus bisa tertular, maka kita harus siap dan tingkatkan kewaspadaan,” imbuhnya.

 

Penyebaran virus zika harus diwaspadai karena manusia menyediakan habitatnya. Lingkungan rumah dan sekeliling kita penuh dengan wadah air yang bisa mengakibatkan Aedes aegypti berkembang. Ada kaleng bekas, ada sisa barang yang menumpuk di dalam rumah kita dan menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Selama ini masyarakat sudah tahu bahwa mereka menyediakan air yang bisa menjadi tempat berkembang biak Aedes aegypti. Namun kepedulian terhadap lingkungannya sangat rendah sekali. “Hasil pengamatan jentik di beberapa daerah menunjukkan angka bebas jentik di Bogor masih jauh dari standar pemerintah. Rata-rata baru mencapai 17-18 persen,” imbuh Prof.Dr. Upik Kesumawati, pakar di bidang nyamuk FKH IPB.

 

Hasil penelitian menunjukkan Aedes aegypti adalah nyamuk yang tangguh, tidak hanya mampu bertelur di tempat yang jernih, tapi juga bisa bertelur di air yang berpolusi. Nyamuk ini mudah beradaptasi dengan lingkungan. Perilaku nyamuk Aedes aegypti yang dianggap nyamuk siang hari ternyata hasil riset menemukan nyamuk ini ditemukan pada malam hari. Ini adalah perubahan perilaku adaptif dari Aedes aegypti.

 

Menurut Prof Upik, nyamuk mudah dikendalikan asal kitanya mau. Kendalikan vektor Aedes aegypti dengan 3 M plus yakni mengubur, menguras dan menghilangkan wadah yang mengandung air. Pola hidup sehat dan lingkungan yang bersih. Bersihkan tempat penampungan air, minimal seminggu sekali dan gosok hingga bersih karena telur Aedes aegypti menempel di dinding wadah.

 

“Istimewanya telur Aedes aegypti bisa bertahan hidup walaupun tidak ada air. Telurnya tahan kering, begitu ada air hujan dia berkembang lagi. Beda dengan nyamuk lain kalau tidak ada air akan mati. Intinya adalah menutup wadah air,” pungkasnya.(Zul)