Guru Besar IPB: Produk Olahan dan Pakan Harus Bebas dari Kontaminasi Mikotoksin

Guru Besar IPB: Produk Olahan dan Pakan Harus Bebas dari Kontaminasi Mikotoksin

Prof.-Okky
Riset

Aflatoksin telah lama diketahui sebagai penyebab kanker hati. Aflatoksin dihasilkan oleh galur-galur tertentu seperti Aspergillus flavus (A. Flavus), A. Parasiticus dan A. Nomius. Produk olahan dan pakan harus bebas dari kontaminasi mikotoksin seperti aflatoksin.

 

Demikian dikatakan Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof.Dr. Okky Setyawati saat jumpa pers Pra Orasi Ilmiah, di Kampus IPB Baranangsiang Bogor, Kamis (28/7). Dalam kesempatan ini, ia memaparkan hasil penelitiannya tentang serangan A. Flavus dan kontaminasi alfatoksin pada kacang tanah di berbagai rantai distribusi yang dilakukan di tiga kabupaten yakni Pati, Cianjur, dan Wonogiri.

 

Di Pati, terangnya, titik kritis kontaminasi A. Flavus dan kontaminasi aflatoksin B1 (AFB1) terjadi di tingkat pengecer. Di Wonogiri titik kritisnya di tingkat petani, pengumpul dan pengecer, sedangkan di Cianjur titik kritisnya di petani, pengumpul, grosir dan pengecer. Untuk kacang tanah impor (penelitian dilakukan di Jawa Barat), titik kritisnya ada pada grosir.

 

Untuk kajian paparan asupan AFB1 dari produk olahan kacang tanah, Prof. Okky melakukan risetnya di 11 kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Survei dilakukan kepada anak-anak dan orang dewasa yang mengkonsumsi produk olahan kacang tanah (kacang kulit, kacang atom, pecel/gado-gado, siomay dan satai).

 

“Hasilnya menunjukkan bahwa risiko kanker akibat paparan AFB1 pada anak-anak dan orang dewasa masing-masing adalah 193 dan 115  kanker per tahun per 1000 orang,” ujarnya.

 

Menurutnya, kandungan AFB1 paling rendah terdapat pada biji kacang tanah dengan kadar air awal aman (8%). Dan paling rendah kandungan AFB1-nya jika disimpan selama enam bulan dengan kemasan di dalam karung goni dan bagian dalamnya dilapisi dengan kantung polietilena tipis (laju transmisi uap air sebesarn 1g/m2/24 jam).

 

Jika kemasannya dari jenis plastik, kandungan AFB1 paling rendah terdapat pada kacang tanah yang dikemas di dalam kantung plastik OPP 30/PE 15/LLDPE 80 pada kondisi oksigen rendah dan disimpan selama lima bulan. Plastik pembandingnya adalah NY 15/PE 15/LLDPE 80 dan NY 15/PE.

 

“Kualitas fisik juga menentukan, dari sebelas sampel kacang tanah yang diperoleh dari satu grosir dan dua pengecer di pasar tradisional di Jakarta, hasilnya menunjukkan bahwa persentase serangan A. Flavus dan kandungan AFB1 paling tinggi terdapat pada biji rusak, diikuti oleh biji keriput dan biji utuh,” ujarnya.

 

Maka untuk memperoleh kacang tanah yang bermutu baik harus dilakukan penanganan pascapanen yang layak. Misalnya melakukan pemisahan biji utuh dari biji keriput dan biji rusak sebelum penyimpanan. Selain itu penggunaan jenis kemasan juga dapat meminimalkan serangan A. Flavus, tambahnya. (zul)