Guru Besar IPB: Kualitas Ikan di Pelabuhan Ratu Lebih Baik dari Ikan di Teluk Jakarta
Ikan memiliki kemampuan untuk melakukan biotransformasi, bioakumulasi dan detoksifikasi untuk menurunkan derajat toksisitas dari xenobiotik (drugs, toksikan, steroids, karsinogen, mutagen, antigen, hormon dan vitamin). Namun ikan juga mampu membentuk metabolite-metabolite yang lebih reaktif, mutagenik, karsinogenik dan sangat beracun. Xenobiotik akan mempengaruhi produktivitas perikanan, kesehatan ekosistem, keamanan pangan dan biomedis.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB) Prof. Dr. Djamar T.F. Lumban Batu menyampaikan, organ yang mampu melindungi tubuh ikan dari xenobiotik adalah hati. Di dalam hati, enzim yang mudah terdeteksi saat proses biotransformasi adalah cytocrome p-450 (cyt-p450). Kandungan cyt p-450 dalam hati dapat digunakan untuk mendeteksi kandungan polutan di lingkungan. Prof Djamar menyampaikan hal itu dalam jumpa pers pra orasi, Kamis (26/5) di Kampus IPB Baranangsiang Bogor.
Selama sepuluh tahun, Prof. Djamar melakukan riset berlandaskan konsep “drug-metabolizing enzyme activities” pada level sub-sellular. Metode ini mampu mendeteksi kontaminan lingkungan melalui determinasi aktivitas enzim pada level sub sellular dengan tingkat kepekaan hingga pmol (pico mol) yang tidak dapat ditera dengan menggunakan metode konvensional.
“Salah satu hasil riset kami membuktikan kandungan cyt p-450 pada ikan kakap dan kembung di Perairan Teluk Jakarta lebih tinggi 46 persen dibandingkan dengan di Perairan Pelabuhan Ratu. Ini artinya kualitas ikan di Pelabuhan Ratu lebih baik dari ikan dari Teluk Jakarta,” ujarnya.
Sementara itu, untuk pencegahan dan perlakuan terhadap penyakit infeksi pada ikan, berbagai jenis antibiotik telah banyak digunakan pada budidaya perikanan. Residu antibiotik dalam tubuh ikan ini yang perlu kita waspadai, karena kalau dikonsumsi manusia akan bersifat karsinogenik.
Hasil riset tentang biotransformasi pestisida pada udang dapat diketahui pembentukan metabolite-metabolite serta lintas-anjak metaboliknya dan metabolite “oxon type”. Aktivitas enzim Acetyl Choline Esterase (AcChE) menurun hingga nol pada synaps sehingga pengiriman impuls saraf terhenti dan inilah penyebab kematian udang. Tingginya aktivitas enzim oxidative desulfurase pada udang ternyata mampu melakukan konversi fenitrothion (FS) menjadi fenitrooxon (FO).
“FO ini memiliki sifat toksisitas 20 ribu kali lipat dibandingkan FS. Untuk mengatasi masalah ini, kami menemukan bahan kimia Piperonyl butoxide (PB) yang mampu menghambat pembentukan FO. PB mampu menghentikan aktivitas enzim oxidative desulfurase sehingga tidak terbentuk FO. PB juga mengaktifkan enzim AcChE secara konstan hingga 100 persen. Artinya PB efektif untuk mencegah kematian udang di tambak,” ujarnya.(zul)