Guru Besar IPB: Pemanfaatan Hasil Perairan Indonesia Baru 20 Persen
Biodiversitas hasil perairan di Indonesia sangatlah melimpah, tetapi pemanfaatannya masih minim, yakni hanya sekitar 20 persen. Ikan merupakan biota yang sangat berkhasiat bagi kesehatan karena mengandung protein yang berkisar 12-29 persen, asam lemak omega 3 yaitu EPA dan DHA yang sangat baik untuk kecerdasan otak dan retina mata. Ikan juga mengandung kolesterol HDL yang baik, serta sangat terjaga lingkungan dan siklus makannya karena langsung tersedia di alam.
Rendahnya konsumsi ikan di Indonesia disebabkan karena kurangnya informasi dan pengetahuan akan pentingnya makan ikan. Tingkat konsumsi ikan per kapita di Indonesia pada tahun 2013 adalah 35 kg/kapita/tahun. Tahun 2014 meningkat menjadi 38 kg/kapita/tahun. Rendahnya tingkat konsumsi ikan di Indonesia menunjukkan rendahnya budaya makan ikan bila dibandingkan dengan Jepang (110 kg/kapita/tahun). Program peningkatan konsumsi ikan akan terwujud jika dilaksanakan oleh semua stakeholder.
Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa masih banyak spesies hasil perairan yang belum tergarap baik fauna maupun floranya. Potensi perikanan Indonesia perlu dikelola dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof.Dr Nurjanah dalam orasi pengukuhan Guru Besarnya di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Darmaga, Bogor (26/9), memaparkan hasil risetnya selama ini, yakni “Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan sebagai Sumber Pangan Masa Depan Indonesia”. Menurutnya, informasi dasar data bahan baku hasil perairan menjadi berguna untuk pengembangan sumber pangan di masa depan.
“Data tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk teknik pengolahan produk yang tepat, pengembangan produk sesuai dengan karakteristiknya, dan penerapan teknologi tepat guna yang sesuai dengan profil kandungan bahan baku hasil perairan. Data ini juga bisa digunakan untuk pengembangan alat deteksi yang dapat mengetahui mutu produk secara tepat dan cepat,” ujarnya.
Setiap bahan baku mempunyai potensi yang dapat digunakan menjadi bahan pangan konsumsi maupun non konsumsi. Karakteristik bahan baku hasil perairan yang telah diteliti diantaranya ikan air laut, ikan air tawar, moluska, dan krustacea. Kandungan gizi meliputi asam amino, asam lemak, dan komponen bioaktif.
Asam amino tertinggi dari krustacea adalah asam glutamat. Asam glutamat dapat memberikan rasa umami dan enak sehingga dapat menjadi subtitusi MSG. Disamping itu, beberapa asam amino lainnya misalnya histidin juga sangat bermanfaat bagi kecerdasan bayi dan juga asam amino lainnya yang sangat berguna bagi proses metabolisme dan merangsang sistem syaraf dan untuk vitalitas.
Ikan gindara juga potensial untuk dikembangkan karena mengandung asam amino lisina dan glutamat. Beberapa moluska juga banyak mengandung asam amino. Kerang bulu banyak mengandung asam amino glutamat dan arginina. Sotong mengandung asam amino lisin dan glutamat.
“Berbagai macam asam amino ini dapat dikembangkan menjadi sumber produk pangan baru sebagai substitusi oyster sauce dan bisa dijadikan sebagai pemberi cita rasa alami pada makanan. Lintah laut juga sudah dikembangkan sebagai minuman fungsional yang sangat baik untuk kesehatan tubuh. Kerang simping, keong macan, kerang tahu, dan kerang salju belum populer di masyarakat, tetapi mengandung asam amino yang cukup bagus. Informasi ini sangat penting untuk diketahui masyarakat sehingga banyak alternatif konsumsi pangan yang bernilai gizi baik,” ujarnya.
Beberapa penelitian juga memperlihatkan adanya kandungan EPA dan DHA pada ikan pelagis yang banyak memakan alga. Disamping itu moluska juga banyak mengandung asam lemak tak jenuh berupa omega-3 dan omega-6 yang dapat mencegah kardiovaskular.
“Hasil riset dasar bahan baku ini dapat menjadi informasi bagi pemerintah sebagai acuan untuk membuat suatu kebijakan yang tepat. Dan dapat menjadikan Indonesia swasembada bahan pangan di masa depan serta mengentaskan gizi buruk,” tandasnya.(zul)