Pusat Studi Biofarmaka IPB Gelar Simposium Jamu

Pusat Studi Biofarmaka IPB Gelar Simposium Jamu

Jamu
Berita
Bertepatan dengan peringatan Dies Natalis Institut Pertanian Bogor (IPB) ke-52, Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB menggelar The Third International Symposium on Temulawak and Potential Plants for Jamu. Acara  yang bertema “Harmonization of Science, Technology and Culture of Temulawak and Potential Plants Utilization to Accelerate Jamu Industrialization” ini, digelar di IPB International Convention Center, Bogor, Rabu (2/9). 
 
Ketua penyelenggara, Prof.Dr. Ietje Wientarsih dalam sambutannya menyampaikan, acara ini digelar dalam rangka mendiseminasikan perkembangan Science dan Technology untuk menyelaraskan dengan industri jamu, khususnya temulawak sebagai jamu yang sangat potensial. Selain itu acara ini sebagai ajang untuk membudayakan kembali minum jamu untuk masyarakat Indonesia  juga dunia.  
 
Acara symposium ini dihadiri oleh sekitar 110 orang peserta yang terdiri dari para peneliti, penentu kebijakan, lembaga pemerintah, wirausaha dan petani yang sangat konsern dalam hal budidaya, teknologi pascapanen, dan bioaktif. Selain itu ada 13 pembicara yang berasal dari Indonesia, Jepang, Pakistan, Malaysia, Australia dan USA. Dalam acara ini juga disampaikan 32 presentasi oral dan 56 presentasi poster asal Indonesia.
 
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Dr.dr.H.Tubagus Rachmat Sentika, mewakili Menteri Koordinator Bidang Manusia dan Kebudayaan RI,  menyambut baik kegiatan yang digelar PSB LPPM IPB ini. ”Dari sisi budaya, keberadaan jamu juga bisa menjadi kuliner, kosmetik serta welcome day dan sebagainya. Popularitas jamu nasional harus  terus meningkat. Pengembangan bahan-bahan harus pula terus dilakukan,” ujarnya.
 
Hal yang sama disampaikan Staf Kementerian Riset Teknologi  dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI Harry Purwanto, MSc, yang mengatakan bahwa Kementerian-nya menyambut baik acara ini. Menurutnya, hal ini sangat relevan dengan kebutuhan ristek dengan bidang fokus farmasi. Diakuinya, saat ini produksi temulawak meningkat 15 persen dalam produk utama hortikultura Indonesia. Namun tantangannya mampukah temulawak menjadi seperti ginseng-nya Korea. 
 
Ditandaskannya bahwa jamu tradisional harus mempunyai kualitas supaya dapat menguasai pasar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya peningkatan-peningkatan dalam hal inovasi. Riset-riset mana saja yang dapat di-downstreaming sehingga dapat didorong untuk mengembangkan industri. 
 
Kegiatan simposium ini digelar atas kerjasama IPB dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Kementerian Pertanian RI, Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia, Kementerian Kesehatan RI, dan Kementerian Perindustrian RI. (dh)
 
Tags: Pusat Studi Biofarmaka IPB, LPPM IPB, Prof.Dr. Ietje Wientarsih, Simposium Jamu.