Prof.Dr Nuri Andarwulan: Hindari Penyakit dengan Makan Sayur 400 gram Sehari
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil sayuran yang memiliki peran cukup nyata dalam menghasilkan berbagai jenis sayuran di Indonesia. Inventarisasi jenis sayuran indigenous di daerah Bogor menghasilkan 24 jenis sayuran indigenous yang berhasil dikoleksi di lokasi University Farm-IPB. Sayuran tersebut adalah kenikir, beluntas, mangkokan putih, mangkokan, daun kedondong cina, kecombrang, kemangi, katuk, antanan, antanan beurit, pohpohan, daun ginseng atau kolesom, krokot, bunga turi, kucai, takokak, daun kelor, pucuk mengkudu, lembayung, terubuk, daun labu, bunga pepaya, pucuk mete dan daun pakis.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa kadar fenol dari ekstrak sayuran indigenous berbanding lurus dengan aktivitas antioksidannya”. Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (Fateta IPB) Prof.Dr Nuri Andarwulan, dalam konferensi pers pra orasi ilmiah di Ruang Sidang Majelis Wali Amanah (MWA) Kampus IPB Baranangsiang Bogor, Kamis (23/4).
Dalam materi orasi yang akan dibacakannya Sabtu (25/4) esok, Prof. Nuri mengatakan hampir semua sayuran indigenous memiliki potensinya masing-masing sebagai sumber senyawa tertentu yang diketahui memiliki efek fisiologis aktif maupun farmakologis bagi kesehatan.
Kandungan total flavonoid yang paling tinggi adalah kenikir, diikuti oleh kedondong cina, beluntas dan lainnya. Senyawa flavonoid utama yang teridentifikasi dalam sayuran indigenous adalah kuersetin dan kaempferol dan kadar tertinggi ditemukan pada katuk dan kenikir. Beluntas dan kenikir memiliki aktivitas antioksidan tertinggi. Penelitian ini menunjukkan daun katuk, kenikir, dan beluntas diidentifikasi sebagai sayuran indigenos kaya flavonoid dan antioksidan.
“Dari pengamatan empiris, takokak dipercaya untuk pengobatan infeksi kelenjar prostat. Penderita prostat dianjurkan mengonsumsi buah takokak mentah sebanyak 10-15 buah setiap pagi dan petang. Kami melakukan identifikasi dan berhasil menemukan senyawa torvosida G, torvosida H, dan torvosida A merupakan senyawa yang berperan sebagai antibakteri pada buah takokak. Menurut peneliti terdahulu, torvosida H merupakan senyawa aktif terhadap virus herpes simplex tipe 1,” ujarnya.
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa bunga telang mampu menunjukkan perlindungan yang baik pada lambung yang berpH 1-2 terhadap reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan inflamasi. Hasil penelitian ini menunjukkan kuersetin glikosida dan ternatin antosianin bunga telang dapat dimanfaatkan sebagai ingridien obat-obatan atau nutraseutikal untuk perlindungan terhadap penyakit inflamasi kronis dengan menekan produksi mediator pro-inflamasi dari sel makrofag.
Dari riset-riset tersebut, sayuran telah terbukti memberikan berbagai manfaat kesehatan. Peningkatan konsumsi sayuran berkorelasi dengan penurunan risiko penyakit jantung, stroke, artritis, penyakit radang usus, dan beberapa jenis kanker.
“Konsumsi sayuran dan produknya pada populasi dewasa di Bogor sekitar 97-246 gram per hari. Selain itu, sayuran dikonsumsi oleh 71 persen ibu menyusui karena dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas air susu ibu (ASI). Diantara sayuran yang dikonsumsi, daun katuk dan bayam paling populer diikuti oleh daun pepaya dan bunga pepaya. Namun angka ini masih kecil dari yang dianjurkan yakni 400 gram per hari,” ujarnya.
Sementara itu, dalam upaya pengembangan pangan fungsional dari sayuran, Prof. Nuri dan timnya mendapatkan paten untuk “Proses Pembuatan Lembaran Berserat Tinggi dari Bahan Baku Ekstrak Wortel”. Produk wortel bentuk lembaran di atas, merupakan salah satu contoh pengembangan produk pangan fungsional. Pengembangan berbagai hidangan dari daun kolesom juga telah tersedia. Potensi sayuran indigenous Jawa Barat sesuai hasil penelitian yang terkait dengan komponen bioaktif dan khasiatnya sangat besar untuk dikembangkan sebagai ingredien dan atau pangan fungsional. (zul)