Hadapi Usia Paruh Baya, Komunikasilah!

Hadapi Usia Paruh Baya, Komunikasilah!

Berita

Tidak ingin perkawinan menjadi hampa, kusam dan bercerai di usia paruh baya, salah satu kuncinya adalah komunikasi dan agama.  Begitu dipaparkan oleh pakar Psikologi dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman dalam Seminar “Change and Challenge” To Be a Lovely Wife and a Happy Mother, yang digelar Agrianita IPB, (14/6) di IPB International Convention Centre (IICC), Bogor.

“Memang, seringkali usia paruh baya menjadi hambatan bagi seseorang untuk melakukan hal-hal yang produktif. Berbagai penurunan kemampuan fisik dan kognitif bukan hanya dianggap menjadi penghalang untuk berkarya, tetapi malah membuat seseorang menjadi mudah stres dan tidak bahagia,” katanya.

Elly menjelaskan, pada masa itu laki-laki dan perempuan sedang mengalami masa dimana mereka melakukan evaluasi diri. Laki-laki merenungkan arah hidupnya sementara perempuan lebih  ke arah menilai ulang diri sendiri.  “Laki-laki menjadi lebih diam tidak mau bercerita, tidak paham yang terjadi, gelisah dan sangat sibuk. Sementara perempuan, merasa sedih, sendiri, sunyi, ingin bercerita tapi tidak bisa menjelaskan, ketakutan, merasa tidak dimengerti, diabaikan, ditinggalkan, merasa tidak cantik dan menarik lagi,” katanya.

Pada masa itu juga laki-laki menjadi tidak suka kemapanan, sering memperhatikan penampilan, menggeluti hobby, sport, mobil baru, mudah marah, tersinggung, kritis ingin semuanya berubah (makanan, penampilan istri), mau istri masak dan seks, dan sebagainya.

Sementara, perempuan cuek, datar, curiga, merasa kebanyakan peran, tercabik-cabik, tambah bingung, balik marah-marah, melankolis, ingin lari dari rumah, malas masak apalagi seks, frustasi, kehilangan yang sangat, panik dan seterusnya.  “Apabila semua tanda-tanda usia paruh baya ini sudah terjadi dan jika tidak ingin berakhir dengan perkawinan yang basi dan hampa, maka harus dilakukan pencegahan,” ujarnya.

Ia menjelaskan 10 langkah pencegahan krisis, yaitu, transisi-transisi (paruh baya) ini memang tidak dapat dielakan, selesaikanlah urusan dengan diri sendiri, lakukanlah pekerjaan mulia, terima saja kenyataan hidup, kemunikasikan kebutuhan, lakukan kompensasi, hadirkan keseimbangan, pertumbuhan spiritual, bersyukur dengan semua yang diimiliki dan optimis.

“Sebuah penelitian Seheril dan Larson mengungkapkan seorang wanita lanjut usia yang patah tulang panggul, namun ia religius dan mempraktekkan agamanya dengan benar menghasilkan mental yang kuat, tidak mengeluh, cemas dan depresi,” ujar Elly.

Menurutnya, pilihan di usia paruh baya menjadi mekar/tumbuh atau runtuh, itu tergantung dari pilihan diri sendiri. Agar menjadi tumbuh/mekar di usia paruh baya maka kita butuh penolong, yaitu diri sendiri (Tuhan), suami (Kunci), keluarga dekat, teman dekat, anak dan staf.

Acara ini menghadirkan narasumber lainnya yaitu Dr. Dewi Prabarini Soeharto, SpOG dan dr. Dewi Inong Irana, SpKK.  Acara ini dibuka oleh Ketua Agrianita IPB, Enny Suhardiyanto. (man)