Prof.Dr.Ir. Kudang Boro Seminar, MSc The New President of AFITA & The President of ISAI

Prof.Dr.Ir. Kudang Boro Seminar, MSc The New President of AFITA & The President of ISAI

kudang
Berita

Presiden ISAI & AFITA : Teknologi Informasi (TI) untuk Pertanian Jangan Ditakuti dengan alasan Mahal dan Harus Dirancang agar Memungkinkan Petani  Menjadi Pengguna dan Pemain Langsung  Dalam Rantai Agribisnis

Kecintaan dan konsistensinya di bidang teknologi informasi pertanian telah menjadikan dirinya sebagai presiden AFITA (Asian Federation of Information Technology for  Agriculture). Prof. Kudang Boro Seminar, dikukuhkan menjadi presiden pada  saat board meeting AFITA yang merupakan salah satu rangkaian acara yang digelar dalam seminar Internasional  AFITA 2010  pada tanggal 4-7 Oktober 2010 di IICC ( IPB  International Convention Center).

Kiprahnya di AFITA berawal dari keikutsertaannya pada organisasi profesi yang bernama  HIPI (Himpunan Informatika Pertanian Indonesia) pada tahun 2000 yang didirikan di Fakultas Teknologi Pertanian IPB tahun 1998 , dari organisasi tersebut ia diangkat menjadi ketua,”. HIPI yang di dunia internasional  lebih dikenal dengan nama ISAI ( Indonesian Society of Agriculture Informatics) yang juga menginduk ke organisasi yang lebih besar lagi yaitu AFITA.

Kongres AFITA, diselenggarakan setiap dua tahun sekali, aturannya  di tempat AFITA diselenggarakan , ketuanya itulah  yang  menjadi presidennya, kebetulan saya yang dipercaya , ujar Prof. Kudang. Di tanya tentang Program kerja AFITA di bawah kepemimpinannya, prof. Kudang menandaskan pihaknya akan terus berupaya bagaimana bisa menarik perhatian seluruh segmen masyarakat Indonesia agar bisa mengangkat pertanian dengan teknologi-teknologi modern dan tepat guna, khususnya teknologi informasi seperti bidang-bidang lain. Beberapa cara yang dapat dan akan dilakukan oleh ISAI maupun AFITA  adalah dengan menyelenggarakan diskusi dan  berbagi pengetahuan, pengalaman,    kajian-kajian ilmiah, hasil penelitian, dan penerapan teknologi  melalui forum konferensi, seminar, workshop, pameran,  lomba-lomba skala nasional maupun internasional yang koheren dan konsisten serta berfokus pada perbaikan pertanian melalui solusi dan inovasi TI .  HIPI (ISAI) senantiasa ikut dalam kancah pertemuan (konferensi) AFITA di berbagai negara melalui perwakilan HIPI yang menjadi board member AFITA; HIPI juga telah menyelenggarakan seminar nasional HIPI 2009, menjadi tuan rumah (host) penyelenggara Seminar Internasioanl AFITA2010, dan terlibat juga dalam dewan juri (reviewer) dalam lomba web pertanian di lingkungan Departemen Pertanian RI baru-baru ini,  tuturnya. HIPI (ISAI) juga berkolaborasi dengan  SEAMEO Biotrop (South East Asian Regional Center for Tropical Biology) dalam pengelolaan dan publikasi Journal Ilmiah bernama Journal of Information Technology for Natural Resources Management. AFITA sendiri juga mengelola jurnal internasional bernama Journal of Information Technology for Agriculture (JITAG). Baik ISAI dan AFITA akan terus berusaha untuk melakukan advokasi  kepada masyarakat umum, stateholders  pertanian, dan  termasuk pemerintah untuk pengembangan dan perbaikan pertanian melalui pemanfaatan dan pendayagunaan TI. 

ISAI dan AFITA akan terus  memperluas  anggotanya  baik dalam wialayah Asia maupun diluar Asia sebagai  associate members. Wadah profesionalisme ini menghimpun  orang-orang yang mempunyai keahlian, kepentingan, gagasan,perhatian dan kepedulian terhadap  pertanian; bisa saja pemerintah, pengamat, atau semua pihak yang mempunyai kepentingan dan profesionalme  yang relevan“ katanya.

Selain itu, menurut Prof Kudang,  perlu juga mengembangkan  jejaring sumber daya  (resources internetworking)  dengan berbagai organisasi profesi,  lembaga atau institusi riset dan pengembangan (R&D),  institusi pendidikan, lembaga pemerintahan,  persatuan pengusaha dan industri, kelompok tani , serta  pakar-pakar TI dan pertanian untuk membesarkan skala pengakayaan dan   pendayagunaan sumberdaya (resources) secara secara kolektif untuk  pencapaian misi dan tujuan organisasi.

Prof. Kudang  kurang sependapat  dengan dalih tentang mahalnya TI dan rendahnya pendidikan petani, menjadikan alasan (pembenaran) untuk tidak menjadikan petani sebagai pengguna dan pemain  langsung (end users & players) dalam rantai agribisnis. Kita (organisasi profesi dan berbagai pihak termasuk perguruan tinggi, pengusaha dan pemerintah) perlu berkolaborasi dan bersinergi  untuk membantu petani  melalui edukasi, inovasi, dan akomodasi yang memungkinkan petani naik dari lapisan obyek dan pengguna tak langsung (indirect users) ke lapisan subyek (pemain) dan pengguna langsung dari TI dan agribisnis. Membiarkan petani pada lapisan yang tidak strategis dan tidak ekonomis dengan dalih kemahalan TI dan keterbatasan pendidikan petani, menyebabkan sulitnya  petani  mencapai peluang bisnis yang sehat, karena dimanfaatkan oleh spekulan-spekulan antara/brooker/intermediators  (yang pandai menggunakan TI dan menguasai informasi).  Akses petani melalui spekulan antara ini  menjadikan semakin (1) tingginya ketakberdayaan dan ketergantungan petani kepada spekulan,  (2) resiko  distorsi informasi bagi petani, serta  (3) introduksi  biaya akses  ekstra bagi petani, dibandingkan jika petani itu dapat menjadi pengguna dan pengakses langsung dari TI dan informasi  yang diperlukan untuk perbaikan bisnisnya.

Tentu hal di atas memerlukan edukasi, inovasi dan akomodasi dari berbagai pihak utamanya pemerintah, pengusaha,  akademisi, dan pihak profesional. Sebagai contoh nyata,  industri hortikultur  Saung Mirwan ternyata 80% dari keseluruhan produknya berasal dari suplai petani lokal dan hanya 20% yang diproduksi sendiri oleh Saung Mirwan melalui teknologi rumah kaca (green house) yang dikembangkannya. Dan petani lokal tersebut dibantu oleh Saung Mirwan berupa akomodasi sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) danedukasi  atau pelatihan sehingga petani lokal lebih berdaya dalam mengembangkan usahanya dan menjual produknya dengan harga yang lebih layak, baik ke Saung Mirwan atau ke pihak lain, tanpa ada bagi hasil antara Saung Mirwan dengan petani lokal tersebut.

ISAI maupun AFITA sudah dan akan terus  berusaha melalui  media, workshop, dan tulisan untuk merekomendasikan pemerintah dan pengusaha  khususnya di bidang  TI agar menjadikan biaya penggunaan saluran komunikasi elektronik nasional ini menjadi murah dan terjangkau oleh masyarakat luas termasuk petani. Logikanya jika volume pengguna lebih banyak  karena meliputi  mayarakat yang lebih luas tentunya nilai pendapatan (income pengusaha jasa TI dan pemerintah) meningkat pula. Memang ini perlu dorongan dan kemauan yang kuat (strong push and will) dari pemerintah. Hal ini sudah saya sampaikan  dalam workshop di konferensi internasional AFITA 2010, ke Sekretaris DETIKNAS (Dewan TIK Nasional), Dr. Zaenal A. Hasibuan; sedangkan Ketua dari DETIKNAS tersebut adalah Presiden RI  sendiri.

Paparan yang disampaikan berbagai pakar TI dan pertanian di konferensi internasional AFITA2010 memandatkan pentingnya pemanfaatan teknologi  internet dan web, situs-situs komunitas (seperti Facebook, Yahoo Mesenger (YM), Tweeter dll) untuk dapat digunakan sebagai media konsultasi, promosi  dan pemasaran  berbagai  produk dan teknologi  pertanian serta peluang pasar. Interaksi melalui situs-situs komunitas tersebut memiliki banyak keuntungan antara lain murah, sederhana, sukarela, interaktif  dan bersifat masal.  Jika petani diakomodir, dididik, dan dimotivasi untuk dapat menggunakan TI dan mengakses langsung berbagai i informasi kritis bagi kepentingan bisnisnya maka  akan sangat membantu kiprah petani. Beberapa  peneliti dan penyaji  makalah di konferensi AFITA2010 menyampaikan ide dan pengalaman implemantasi penggunaan TI berupa Hand Phone (HP) yang murah dan terjangkau petani  di Jepang yang memungkinkan petani  baik dilapangan (on farm ) maupun di luar lapangan (off farm) dapat mengakses informasi penting tentang cuaca, informasi sarana produksi, informasi harga, informasi know-how cara dan teknik bertani. Bahkan satu peneliti dari IPB (Dr. Wayan Astika)  memaparkan dan merekomendasikan penggunaan HP dengan fasiltas kameranya untuk mendeteksi tingkat warna daun padi di lapangan (on farm) untuk mebantu proses pemanenan yang tepat waktu dan tepat sasaran. Di  Indonesia pengguna HP sudah meluas sampai ke masyarakat bawah dan petani. Tentu jika dapat didisain dan diproduksi sedemikian rupa untuk kemanfaatan petani akan lebih berkah dan bernilai tambah.

Bahkan perkembangan  perangakat TI berupa sensor (Micro Sensor, Field Sensor, Field Router) yang dapat dipasang di bagian tanaman (daun, buah, batang, bunga) di lahan sawah atau kebun  (on-fam) memungkinkan pemantauan dan pengendalian secara on-line dan otomatis terhadap berbagai obyek tanaman dan  rumah tanaman (green house). Sensor-sensor tersebut dapat dihubungkan ke  berbagai komputer di berbagai wilayah geografis (bahkan antar negara) yang terkoneksi dengan jaringan yang tersebar (distributed/federated sensor network). Informasi  dan interaksi lintas lokasi dan negara untuk bidang pertanian bukanlah impian lagi tapi kenyataan. Hal ini dipaparkan dan didemokan oleh pakar dari Indonesia, Jepang, Thailand, dan Korea pada Workshop Sensor Research di konferensi AFITA 2010 yang lalu. Tiga pakar yang juga presenter dalam workshop tersebut ada di luar Indonesia, sehingga digunakan fasiltas ViCon (Video Conference) pada workshop tersebut.

Dari potensi dan peluang seperti di pembahasan di atas, menurut Prof. Kudang, apabila pertanian Indonesia ingin maju dan berkembang maka teknologi informasi untuk pertanian harus didukung dan harus menjadi program prioritas pemerintah, kalau bisa para peneliti yang mempunyai inovasi dan prestasi di danai dan diakomodasi secara strategis supaya dapat berkembang dan hasilnya dapat di publikasikan dan dinikmati  petani secara lebih luas dan nyata. 

Lebih lanjut prof. Kudang menjelaskan “ kita akan jauh tertinggal  dan tidak kompetitif dengan negara lain kalau petani kita hanya  menggunakan   cara-cara  pengolahan  pertanian  konvensional dan tradisional” dan petani dibiarkan tetap terisolasi dari akses dan pengguna langsung terhadap teknologi dan informasi.  Jika semua pihak bersinergi dan saling mendukung , sebetulnya IT itu tidak harus mahal. Untuk itu diperlukan dukungan dari semua pihak terutama pemerintah, tegasnya.
ISAI dan AFITA juga memperhatikan kecenderungan adanya jumlah produsen dan volume informasi yang terus menggelembung dari waktu ke waktu di internet. Namun yang perlu lebih diperhatikan dan ditangani lebih serius adalah jaminan kualitas informasi yang dihasilkan. Jika tidak, maka akan banyak informasi berkualitas sampah (garbage) yang digunakan pengambil kebijakan kritis dan strategis. Pengtingnya informasi berkualitas tinggi ini disampaikan oleh Prof Seishi Ninomiya (mantan Presiden AFITA perioda sebelumnya) sebagai salah satu invited speakers  di konferensi AFITA2010. Akibatnya, informasi berkualitas sampah akan menghasilkan kebijakan dan keputusan yang berkualitas sampah pula (garbage in garbage out). Pentingnya melakukan penyaringan informasi/pengetahuan yang mengandung counter knowledge, yaitu pengetahuan yang dihasilkan  atau direkayasa sedemikian rupa sehingga seolah-olah tampak benar padahal mengandung berbagai kesalahan dan distorsi. Hal ini secara khusus  dipaparkan oleh Prof Eriyatno sebagai salah satu invited speakers  di Konferensi AFITA 2010.

Prof Kudang menginformasikan dalam waktu dekat (tahun 2011)  ISAI juga  akan mengadakan seminar nasional di Bandung menindaklanjuti hasil seminar dan konferensi yang lalu, “ tentunya seminar nanti harus menjadi sesuatu yang lebih konkrit dan progresif, harus ada hikmah terutama untuk IPB yang kompetensi utamanya adalah pertanian tropika”,harapnya. Selain itu, seminar nasional HIPI 2011 ini juga dimaksudkan untuk menjadi sarana persiapan menyambut  dan berpartisipasi di International  Conference of AFITA 2012  yang disepakati oleh  Board Meeting AFITA untuk diselenggarakan  di Taipe, Taiwan sekitar bulan Mei 2012.

Di akhir wawancara kepada tim pariwara IPB, Prof. Kudang   mengajak semua unsur dan elemen masyarakat  yang punya kepentingan di bidang pertanian, baik pakar akademisi dan praktisi, pengusaha, pemerintah dan pemerhati  untuk turut bergabung  dan memperkuat ISAI dan AFITA agar secara kolektif dapat  memberikan alternatif solusi  terbaik untuk menjawab  problema pertanian dengan pendekatan berbasis teknologi informasi (TI), karena menurutnya ini merupakan  kepentingan yang vital secara nasional maupun internasional.

Sebagai informasi tentang HIPI (ISAI) dapat diakses di situs http://www.deptan.go.id/hipi dan juga di halaman FaceBook (FB)dengan nama Indonesian Society of Agriculture Informatics  (ISAI).