Prof.Dr Cece Sumantri: Indonesia Alami Kelangkaan Kerbau

Prof.Dr Cece Sumantri: Indonesia Alami Kelangkaan Kerbau

DSC_3680
Berita
Setiap tahun terjadi penurunan produktivitas ternak kerbau sebesar tiga persen. Jumlah kerbau yang ada sekarang hanya sekitar 1,5 juta ekor. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof.Dr Cece Sumantri dalam konferensi pers Pra Orasi Ilmiah di Ruang Sidang Majelis Wali Amanah (MWA) Kampus IPB Baranangsiang, Kamis (23/4). 
 
“Image kerbau yang sudah negatif (karena dipotong saat sudah tua sehingga dagingnya menjadi alot) mempengaruhi terjadi penurunan ini, selain karena kalah bersaing dengan sapi. Ini adalah salah satu contoh kondisi peternakan Indonesia,” ujarnya.
 
Menurutnya, ada beberapa ternak yang belum dikonsumsi secara optimal seperti kerbau dan kambing. Di sisi lain, Indonesia impor daging sebesar 68,44 persen per tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Yang lebih menyedihkan lagi, untuk semua produk susu dan olahannya, Indonesia sangat tergantung dari impor yakni sebesar 80 persen,” imbuhnya.
 
Pada tahun 2013, permintaan daging nasional sebesar 2.880.340 ton, 52 persen diantaranya ayam ras pedaging, dimana bibit dan pakannya impor. Untuk non unggasnya, permintaan mencapai 32,97 persen dan 11,10 persen ayam lokal. 
 
“Konsumsi daging non unggas seperti sapi mencapai kurang lebih 23 persen, kerbau 1 persen, kambing 3 persen dan domba 2 persen. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan diversifikasi konsumsi protein hewani,” terangnya.
 
Dalam orasinya yang dibacakan di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Darmaga, Sabtu (25/4), Prof. Cece mengatakan berbagai produk ternak sebagai sumber protein hewani sangat penting bagi pembentukan generasi bangsa Indonesia yang sehat dan cerdas, sehingga dapat meningkatkan daya saing bangsa.
 
Prof Cece menuturkan, permintaan protein hewani nasional yang sangat besar berupa daging, susu, dan telur serta produk olahannya dikarenakan pesatnya pertumbuhan penduduk, meningkatnya daya beli, dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi. Kondisi tersebut menyebabkan importasi ternak hidup dan produk peternakan terus dilakukan dalam jumlah besar dan terus meningkat setiap tahunnya. Padahal kita memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak asli dan lokal dengan keragaman genetik yang melimpah, tetapi belum dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. 
 
“Kebijakan importasi dengan tendensi yang terus meningkat, membawa konsekuensi stabilitas ketersediaan pangan nasional menjadi rentan karena ketergantungan pada pihak luar. Kondisi tersebut dapat menjadi suatu ancaman dalam mewujudkan kemandirian pangan nasional,” ujarnya.
 
Keterbatasan bibit unggul ternak asli dan lokal merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya agribisnis peternakan di Indonesia. Bioteknologi genetika molekuler sebagai salah bentuk bioteknologi modern yang terus mengalami perkembangan pesat dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk perbaikan genetik, pemanfaatan, serta konservasi ternak asli dan lokal pada sistem produksi ternak berkelanjutan.(zul)