IPB Strategic Talks, Pakar Sebut Dampak Perang Tarif AS-Tiongkok Terhadap Pangan dan Tenaga Kerja Indonesia

IPB Strategic Talks, Pakar Sebut Dampak Perang Tarif AS-Tiongkok Terhadap Pangan dan Tenaga Kerja Indonesia

IPB Strategic Talks, Pakar Sebut Dampak Perang Tarif AS-Tiongkok Terhadap Pangan dan Tenaga Kerja Indonesia
Riset

Ketegangan perang tarif Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok masih terus bergulir. IPB University melalui Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik (DKSRA) turut menggelar diskusi pakar dan ekonom untuk mengulas implikasi perang tarif ini terhadap sektor pangan, perdagangan, dan tenaga kerja di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, Indonesia dikenakan tarif 32 persen oleh AS akibat surplus perdagangan. Pemerintah Indonesia sendiri memilih jalur diplomasi mencari solusi yang saling menguntungkan. 

Penerapan tarif ini diprediksi bakal memengaruhi berbagai sektor, terutama pangan, pertanian, perdagangan, dan tenaga kerja. Menurut Prof Bustanul Arifin dari Universitas Lampung, dampak perang tarif ini terasa langsung di sektor pangan, terutama komoditas kedelai yang banyak diimpor dari Amerika. 

“Penurunan permintaan dari AS membuat Brasil mengambil alih kontrak impor, yang kemudian menaikkan harga kedelai global, termasuk di Indonesia. Hal ini juga berdampak pada harga minyak nabati yang semakin mahal,” paparnya dalam The 50th IPB Strategic Talks (28/4). 

Selain itu, ketegangan perdagangan ini memengaruhi sektor lain seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. Dampaknya, Indonesia harus bersaing dengan negara lain yang memiliki biaya produksi lebih rendah, seperti Vietnam.

Dalam kesempatan itu, Dr Widyastutik, Sekretaris Lembaga Riset Internasional Pembangunan Sosial, Ekonomi, dan Kawasan IPB University mengungkapkan peluang dan tantangan Indonesia dalam ekonomi global akibat perang tarif ini. 

“Perang tarif ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi alternatif pemasok produk yang sebelumnya diimpor dari Tiongkok, khususnya di sektor furnitur. Namun, tantangan utama tetap pada daya saing produk ekspor Indonesia yang menurun, bahkan sebelum kebijakan tarif tersebut diberlakukan,” tuturnya.

Indonesia, meskipun menghadapi kesulitan, tetap dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat posisi sebagai negara penghasil barang-barang yang dibutuhkan dalam pasar global. Produk tekstil dan furnitur Indonesia, misalnya, dapat meningkatkan daya saingnya jika tarif impor dari AS turun.

Dari sisi ketenagakerjaan, Dr Deniey Adi Purwanto, dosen Ilmu Ekonomi IPB University, menyampaikan bahwa konflik perdagangan ini berpotensi berdampak pada sektor tenaga kerja di Indonesia.

“Penurunan permintaan dari AS dapat berdampak pada pengurangan produksi di sektor-sektor yang bergantung pada ekspor, seperti tekstil dan elektronik, yang berpotensi meningkatkan pengangguran atau mengurangi jam kerja pekerja,” urainya.

Namun, ia melanjutkan, meskipun tantangan ini besar, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengoptimalkan dampak positif dari dinamika perdagangan internasional. 

Dalam hal ini, perbaikan iklim investasi, peningkatan keterampilan tenaga kerja, dan peningkatan infrastruktur menjadi kunci utama untuk memastikan Indonesia dapat tetap bersaing di pasar global.

Direktur KSRA IPB University, Prof Anuraga Jayanegara dalam sambutannya menyatakan bahwa tujuan utama acara ini adalah untuk menggali pemikiran berbasis riset dan data dari para ahli. Hal ini penting untuk mengidentifikasi peluang strategis bagi Indonesia, di tengah ketegangan dagang global dan pergeseran arus perdagangan.

Dalam menghadapi perang tarif AS-Tiongkok yang terus berkembang, Indonesia harus mampu mengidentifikasi peluang yang ada dan memitigasi dampak negatif terhadap sektor-sektor yang terpengaruh. 

Pemerintah diharapkan dapat terus melakukan negosiasi dan diplomasi dengan negara-negara besar untuk menjaga kestabilan perdagangan, sekaligus memanfaatkan peluang dalam sektor-sektor tertentu. 

Diskusi dan kajian seperti yang dilakukan oleh IPB University ini diharapkan dapat memberikan solusi konkret dalam menghadapi tantangan global yang ada.