Guru Besar IPB University: Kelapa Adalah Tanaman Sosial Setelah Padi

Guru Besar IPB University: Kelapa Adalah Tanaman Sosial Setelah Padi

Guru Besar IPB University Kelapa Adalah Tanaman Sosial Setelah Padi
Riset

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof Sudrajat, mengatakan bahwa kelapa memiliki peran penting sebagai tanaman sosial setelah padi di Indonesia. Menurutnya, kelapa bukan hanya komoditas pertanian, tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Produksinya mencapai 17 juta ton pada tahun 2022.

“Hal ini menunjukkan bahwa kelapa memiliki potensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika dikelola dengan optimal,” ucapnya dalam salah satu podcast di kanal YouTube IPB TV.

Prof Sudrajat mengungkapkan bahwa kelapa memiliki tiga keistimewaan utama. Pertama, dari segi kegunaan, hampir seluruh bagian kelapa dapat dimanfaatkan.

“Batangnya digunakan untuk furnitur dan ekspor, pelepahnya untuk kerajinan, daunnya untuk ketupat, serta buahnya untuk berbagai keperluan, seperti kopra, minyak, santan, arang aktif, dan bahan makanan. Air kelapa juga dikenal memiliki manfaat kesehatan sebagai pengganti cairan tubuh,” tuturnya.

Kedua, dari segi budaya, kelapa telah lama digunakan dalam berbagai tradisi dan makanan khas Nusantara. Di Jawa Barat, kelapa digunakan dalam pembuatan sayur lodeh, sedangkan di Sumatera Barat, rendang juga tidak terlepas dari peran kelapa.

Ketiga, daya adaptasi kelapa sangat luas. Kelapa dapat tumbuh di berbagai wilayah Indonesia, dari pantai hingga dataran tinggi, menjadikannya komoditas strategis yang mudah dibudidayakan oleh petani.

Menurut Prof Sudrajat, lebih dari 95 persen perkebunan kelapa di Indonesia dimiliki oleh rakyat, sehingga jutaan petani bergantung pada komoditas ini. Dengan luas lahan mencapai 3,2 juta hektare, sektor kelapa melibatkan sekitar 10 hingga 12 juta orang dalam rantai produksi, distribusi, dan pemasaran.

“Sayangnya, industri pengolahan kelapa di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Padahal, negara seperti Filipina dan India telah lebih dulu mengembangkan industri kelapa secara terintegrasi untuk meningkatkan nilai tambah produk kelapa,” katanya.

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani kelapa, Prof Sudrajat menekankan perlunya pembangunan industri pengolahan kelapa secara terintegrasi dari hulu ke hilir di setiap provinsi penghasil kelapa.

“Model seperti yang diterapkan di Riau, yang mengolah seluruh bagian kelapa menjadi berbagai produk bernilai tinggi, dapat menjadi contoh bagi daerah lain,” ungkapnya.

Sebagai Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB University, Prof Sudrajat berharap pemerintah dapat mengadopsi pendekatan berbasis kawasan dengan mendirikan pabrik pengolahan kelapa di tingkat kecamatan atau kabupaten.

Selain itu, ia mendorong skema kepemilikan saham oleh petani dalam industri pengolahan kelapa agar mereka tidak hanya menjadi pemasok bahan baku, tetapi juga mendapatkan manfaat lebih dari nilai tambah produk.

Pemerintah diharapkan juga kembali fokus pada program intensifikasi dan peremajaan kelapa, sebagaimana yang dilakukan pada dekade 1990-an hingga awal 2000-an.

“Kelapa berpotensi menjadi sumber kesejahteraan bagi jutaan masyarakat Indonesia jika dikelola dengan strategi tepat, sekaligus juga dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen kelapa terbesar di dunia,” ucapnya. (dr)