Hari Konvensi CITES: Inovasi Teknologi Peneliti IPB University untuk Konservasi Flora dan Fauna Terancam Punah

Perdagangan internasional yang tidak terkendali telah menjadi salah satu faktor utama yang mempercepat kepunahan berbagai flora dan fauna. Hal itu di antaranya terjadi akibat perburuan liar, eksploitasi berlebihan, dan hilangnya habitat.
Mengatasi ancaman ini, dunia sepakat membentuk Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah (CITES) pada 1973. Untuk memperingati hal itu, Hari Konvensi CITES diperingati setiap 6 Maret.
Terkait hal itu, para peneliti IPB University juga telah melakukan sejumlah riset dan pengembangan teknologi inovasi sebagai upaya konservasi flora dan fauna yang terancam punah.
Salah satu yang dilakukan adalah riset dan penangkaran untuk pembiakan dan peningkatan populasi. Contohnya, riset dan penangkaran burung murai batu Maratua yang dilakukan oleh Taman Safari Prigen-Malang. Upaya ini telah berhasil meningkatkan populasi burung ini, yang di habitat aslinya di Pulau Maratua sudah sangat sulit ditemui.
Di Kampus IPB Dramaga juga dilakukan riset rusa timor, kijang, trenggiling, kancil, burung merak hijau, dan jalak bali yang telah berbiak populasinya dan memberikan harapan positif terhadap upaya konservasi eksitu.
“Melalui penangkaran dan penampungan hasil operasi tangkap tangan, kami melakukan adaptasi dan restorasi, lalu melepasliarkan ke habitat alamnya, seperti ke Taman Nasional,” jelas Dr Nyoto, ketua tim peneliti.
Teknologi drone dan satelit, bioakustik juga digunakan untuk memantau sebaran, populasi, dan perilaku satwa serta manajemen data penelitian.
Teknologi Cryopreservation
Dr Nyoto yang merupakan Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) IPB University, juga menjelaskan teknologi cryopreservation. Sebuah metode untuk melestarikan dan menghindari kepunahan spesies tumbuhan langka dan terancam punah.
Cryopreservation merupakan metode penyimpanan jaringan tumbuhan pada suhu sangat rendah (di bawah -196°C) untuk jangka waktu lama. Teknologi ini digunakan dalam bank gen tumbuhan hampir punah, seperti bank gen tanaman pertanian, serta kultur jaringan untuk perbanyakan tumbuhan langka.
“Kami memiliki sekitar 400 jenis tumbuhan langka dan komersial yang disimpan dalam kultur jaringan. Tumbuhan ini bisa ‘ditidurkan’ selama bertahun-tahun dan ‘dibangunkan’ kembali untuk dikembangkan bila diperlukan,” ujarnya.
Teknologi ART Reproduksi untuk Satwa Langka
Untuk satwa, teknologi Assisted Reproduction Technology (ART) digunakan untuk meningkatkan populasi badak Sumatera yang jumlahnya semakin sedikit. Teknologi ini menjadi harapan baru dalam upaya penyelamatan satwa langka dari ancaman kepunahan.
Selain itu, DKSHE – IPB University juga berkolaborasi dengan Esha Flora (CV Esha Biotech) dalam mengembangkan teknologi konservasi in vitro di Laboratorium Bioprospeksi dan Pemanfaatan Lestari Tumbuhan. Laboratorium ini fokus pada perbanyakan bibit tumbuhan langka secara kultur jaringan.
“Dengan beragam riset dan teknologi ini, kami berharap bisa berkontribusi dalam upaya penyelamatan satwa langka dari ancaman kepunahan,” pungkas Dr Nyoto.