Cerita Mahasiswa IPB University Belajar Kebudayaan Jepang Lewat Program CIBEST Bertajuk Japan Cultural Exchange

Fadhley Muhammad Zulkifli, mahasiswa IPB University dari Departemen Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) berkisah pengalamannya mengikuti program Japan Cultural Exchange (JCC).
Ia menjadi salah satu delegasi Center for Islamic Business and Economic Studies (CIBEST) IPB University bersama dua mahasiswa dari departemen yang sama dan satu mahasiswa dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian (Faperta).
JCC merupakan program pertukaran budaya yang diadakan oleh CIBEST, lembaga riset di IPB University yang fokus pada isu-isu ekonomi dan bisnis syariah. Program ini didukung oleh Dompet Dhuafa Jepang, Dompet Dhuafa Cordofa, PT Pertamina (Persero), dan Japan Da’wah Centre. Program ini menawarkan pertukaran budaya fully-funded ke Jepang, yakni Tokyo dan Osaka selama dua bulan.
Fadhley bercerita, pada bulan pertama di bawah naungan Dompet Dhuafa Jepang dan Ainul Yaqeen Foundation, program yang ia ikuti berfokus pada pembinaan warga muslim yang berada di Kota Tokyo.
Tujuan utamanya adalah upaya mempertahankan agama umat muslim pada generasi kedua dan ketiga. Riset membuktikan bahwa pada umur 20 tahun, rata-rata umat muslim di sana murtad setelah merayakan Seijin no Hi atau Hari Dewasa.
“Kemudian di Osaka, di bawah naungan Japan Da’wah Centre, program ini berfokus pada pembinaan mualaf. Arti mualaf di sini bukan saja orang yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, melainkan mereka yang tertarik dengan Islam dan sudah memiliki ketertarikan mempelajari agama Islam,” cerita Fadhley kepada Humas IPB, (6/3).
“Yang menarik adalah program hippo family (host family). Kami mendapatkan keluarga dan tinggal bersama penduduk lokal jepang di Osaka/Nara selama beberapa hari. Kami berkesempatan mengenal budaya dan juga berbincang langsung dengan warga lokal Jepang,” sambung mahasiswa IPB University angkatan 58 itu.
Selama mengikuti program tersebut, Fadhley mendapatkan banyak pembelajaran. Pertama, tentang perubahan pola pikir penerapan ajaran Islam dalam aspek tata krama dalam kehidupan.
Kedua, ternyata Jepang adalah negara yang ramah terhadap Islam dan menjunjung tinggi toleransi. Ketiga, peluang dakwah di Negeri Sakura sangat besar dan membutuhkan pembina mualaf dari Indonesia yang dikenal toleran dan tidak keras dalam beragama, sehingga Islam dapat masuk melalui aspek budaya dan kekeluargaan di Jepang.
“Semoga program ini dapat meningkatkan pengembangan diri dan kemandirian, membangun relasi internasional, dan tentunya peningkatan karier di masa yang akan datang,” harapnya.
Program yang Fadhley ikuti pada periode November 2024-Januari 2025 merupakan batch pertama. Ia mengatakan, ke depannya program serupa akan dibuka kembali oleh CIBEST IPB University. Persyaratan awal yang perlu disiapkan adalah memiliki paspor, menguasai bahasa Inggris (spoken), serta menguasai pemahaman dasar Islam seperti akidah dan fikih.
“Untuk tahapannya akan ada seleksi berkas dan wawancara dua tahap. Wawancara tahap pertama tentang motivasi mengikuti kegiatan dan tahap kedua pengetahuan keislaman. Setelah pengumuman akan ada pembekalan kepada peserta. Semua yang berkaitan dengan persiapan keberangkatan akan diurus oleh pihak penyelenggara berikut dengan accommodation cost,” tuturnya. (MHT)