Tanggapi #KaburAjaDulu, Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB University: Brain Drain Suatu Keniscayaan

Fenomena brain drain atau migrasi tenaga kerja terampil ke luar negeri kembali menjadi perbincangan hangat di berbagai media, ditandai dengan munculnya tagar #KaburAjaDulu.
Menanggapi hal itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Prof Hermanto Siregar, menilai bahwa dalam era konektivitas global yang semakin baik, brain drain merupakan suatu keniscayaan.
Ia menjelaskan, brain drain adalah fenomena berpindahnya sumber daya manusia (SDM) berpendidikan atau berkualitas tinggi dari suatu negara ke negara lain. Perpindahan SDM tersebut umumnya dari negara berkembang ke negara maju yang lebih tinggi tingkat kesejahteraan penduduknya.
“Di negara-negara maju yang merupakan tujuan perpindahan SDM berkualitas tersebut, angkatan kerja relatif langka karena rendahnya bahkan negatifnya laju pertumbuhan penduduk. Sementara di negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia terdapat angkatan kerja yang sangat banyak, tetapi kesempatan kerja relatif sedikit,” ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjut Prof Hermanto, selama kesempatan kerja masih relatif sedikit, angkatan kerja terutama SDM berkualitas di negara berkembang akan mencari peluang kerja dengan pendapatan dan fasilitas kerja yang lebih baik di negara maju.
“Terlebih apabila kondisi ekonomi di negara berkembang tersebut stagnan apalagi memburuk. Dengan kata lain, ‘brain drain’ adalah respons rasional dari angkatan kerja berkualitas,” ucapnya.
Prof Hermanto menambahkan, tagar “KaburAjaDulu” mencerminkan pandangan atau sikap rasional tersebut. Ungkapan atau tagar itu dilontarkan oleh kaum muda berpendidikan relatif tinggi.
“Mereka ini pada hakikatnya melontarkan solusi, bahwa di luar negeri terbuka kesempatan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Bukan untuk menjelek-jelekkan kondisi Tanah Air, mereka justru tidak mau membebani perekonomian yang belum mampu menyerap angkatan kerja kita yang sangat banyak,” tegasnya.
Apabila mereka telah bekerja di luar negeri, lanjut Prof Hermanto, sangat besar kemungkinan sebagian penghasilannya dikirim ke Tanah Air untuk membantu ekonomi orang tua atau keluarganya.
“Ini adalah remittance atau salah satu bentuk devisa, yang tentu berdampak positif bagi ekonomi Indonesia,” ucapnya.
Selain dampak positif tersebut, ia mengatakan, SDM muda Indonesia yang berkualitas bekerja di luar negeri tentu akan memperoleh pengalaman berharga dari entitas tempatnya bekerja. Mereka akan memperoleh pengetahuan atau pemahaman tentang berbagai proses bisnis di negara maju tersebut.
“Pada waktu kembali di Indonesia, berbagai pengalaman dan pemahaman tersebut dapat mereka terapkan, sehingga akan mendorong praksis bisnis yang lebih baik,” tuturnya.
Jadi, tegas Prof Hermanto, pemerintah atau siapa pun tidak perlu memandang negatif tagar #KaburAjaDulu ataupun fenomena “brain drain”.
“Sebaliknya, kita semua justru seharusnya menghargai angkatan kerja kita yang sedang dan akan bekerja di luar negeri, sebab mereka adalah solusi,” ucapnya.
Demikian juga SDM muda berpendidikan pelontar tagar, Prof Hermanto berpendapat bahwa mereka bukan menciptakan masalah melainkan mencari peluang kerja. Oleh sebab itu, menurutnya pemerintah justru perlu mendukung mereka.
“Salah satu bentuk dukungan ialah menjembatani mereka agar menemukan kesempatan kerja luar negeri yang aman dan baik bagi masa depan dan kesejahteraan mereka,” tutup Prof Hermanto. (dr)