The 48th Strategic Talks IPB University Angkat Polemik Pagar Laut
![The 48th Strategic Talks IPB University Angkat Polemik Pagar Laut](https://www.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/The-48th-Strategic-Talks-IPB-University-Angkat-Polemik-Pagar-Laut-770x400.jpg)
Polemik pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten jadi perhatian banyak pihak. Persoalan ini juga mendorong IPB University untuk mengadakan diskusi pakar “The 48th Strategic Talks: Pagar Laut dan Disrupsi Tata Kelola Pesisir dan Laut Kita”, Senin (10/2).
Sejauh ini, keberadaan pagar laut diduga melanggar aturan tata ruang laut karena dibangun tanpa izin resmi, mengganggu akses publik, dan berpotensi merusak ekosistem.
Dalam pengantar diskusi, Prof Ernan Rustiadi, Wakil Rektor IPB University bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim, menegaskan pentingnya tata kelola pesisir yang berbasis riset dan data. Langkah ini dinilainya penting untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan keberlanjutan sumber daya kelautan.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, Prof Yonvitner memaparkan tiga prinsip tata kelola laut dan pesisir. Ia menyoroti bahwa paradigma pembangunan pesisir bukan hanya untuk menjaga dan melindungi, tetapi juga memanfaatkannya sebagai ruang ekonomi.
“Namun, dalam pengembangannya sebagai ruang ekonomi, pesisir akan terdampak oleh risiko. Risiko inilah yang masih belum secara sempurna tercakup dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, terutama untuk risiko yang berbasis spasial,” jelas Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) IPB University ini.
Ia menambahkan bahwa integrated coastal management (ICM) menjadi sangat diperlukan untuk melihat semua kebijakan dan kepentingan yang ada. Dengan demikian, kebijakan yang lahir akan meng-cover dan menyinergikan semua kepentingan, baik horizontal maupun vertikal.
Dr Agustan sebagai ahli penginderaan jarak jauh memberikan poin mengenai pentingnya memiliki data spasial yang terbuka untuk umum dan berbasis kebijakan satu data.
“Dengan adanya data spasial yang didapatkan dari penginderaan jarak jauh (remote sensing), maka akan diperoleh pengetahuan terkait evolusi dan dinamika wilayah pesisir dalam rentang waktu tertentu,” ungkap Dr. Agustan.
“Maka dari itu, ketersediaan data spasial dari penginderaan jauh ini sangat penting karena dapat digunakan para pembuat kebijakan untuk merencanakan, melaksanakan, mengontrol, bahkan mengoreksi kebijakan yang telah ada.” imbuhnya.
Eli Susiyanti, SH, MH, MM selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten juga hadir dalam diskusi. Ia mengonfirmasi bahwa keberadaan pagar laut di Provinsi Banten belum mempunyai Perizinan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pengelolaan Rual Laut (PKKPRL).
Pihaknya juga telah melakukan beberapa langkah terkait polemik pagar laut ini. Investigasi langsung ke lapangan juga dilakukan dengan melibatkan semua stakeholder yang ada. “Pada 18 Januari hingga saat ini, DKP Provinsi Banten terus melaksanakan pencabutan pagar laut tersebut,” ungkapnya.
Hadir dalam diskusi ini, Ir Suharyanto, MSc (Pelaksana tugas Direktur Perencanaan Ruang Laut); Eko Suharno, APTNH, MH (Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten); Prof Arie Afriansyah (Ketua Pusat Kebijakan Kelautan Berkelanjutan – Universitas Indonesia).
Sebagai kesimpulan, Dr Beginer Subhan, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University yang memandu diskusi menyampaikan, pengelolaan ruang laut di Indonesia masih memiliki beberapa lubang-lubang kebijakan yang harus diisi. Koordinasi tiap stakeholder dan kegiatan diskusi pakar seperti Strategic Talk ini akan membantu menyuarakan hal tersebut kepada pihak pembuat kebijakan.
Untuk diketahui, hingga Rabu (12/2), pagar laut di Tangerang dan Bekasi telah dalam proses pembongkaran. Di Tangerang sendiri, pagar sepanjang 24,9 kilometer sudah dirampungkan dari total 30,16 kilometer yang ada. (*)