Peneliti IPB University Kembangkan ‘c et chic’, Oral Care Terfortifikasi Hidroksiapatit dan Minyak Temu Hitam Bantu Turunkan Tendensi Karies Gigi di Indonesia

Peneliti IPB University Kembangkan ‘c et chic’, Oral Care Terfortifikasi Hidroksiapatit dan Minyak Temu Hitam Bantu Turunkan Tendensi Karies Gigi di Indonesia

Peneliti IPB University Kembangkan ‘c et chic’, Oral Care Terfortifikasi Hidroksiapatit dan Minyak Temu Hitam Bantu Turunkan Tendensi Karies Gigi di Indonesia
Riset

Tim peneliti IPB University dari Departemen Fisika, Departemen Kimia, Pusat Studi Biofarmaka Tropika, serta Sekolah Bisnis berhasil membuat oral care ‘c et chic’ yang terfortifikasi hidroksiapatit dan minyak temu hitam. Penelitian ini didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia skema pendanaan Riset Inovatif-Produktif (Rispro) Invitasi.

“Oral care ‘c et chic’ sangat berpotensi untuk mencegah karies gigi di Indonesia. Saat ini, oral care ‘c et chic’ telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan nomor: POM NA 18241400066 dan halal MUI. Produk ini sudah siap dipasarkan dalam waktu dekat,” terang Dr Yessie Widya Sari, ketua tim peneliti.

Penelitian praklinik manfaat oral care ‘c et chic’ yang telah dilakukan oleh Dr Yessie dan tim menunjukkan bahwa hidroksiapatit terbukti dapat membantu proses remineralisasi gigi. Selain itu, minyak temu hitam terbukti memiliki efek antibakteri dan antiplak pada gigi. Beberapa hasil riset telah diterbitkan pada jurnal internasional dan nasional. Selain itu, oral care ini juga mendapatkan penghargaan dari Business Innovation Center sebagai 113 inovasi paling prospektif di Indonesia.

“Berdasarkan uji klinik yang telah dilakukan oleh tim poli gigi Klinik IPB terhadap oral care ‘c et chic’, telah terjadi pengurangan plak dan debris pada responden dengan waktu hanya 3 minggu. Selain itu, manfaat lain yang dirasakan oleh sebagian besar responden adalah memutihkan atau mencerahkan gigi, mengurangi bau mulut, mencegah terbentuknya plak, dan meredakan ngilu gigi,” paparnya.

Latar belakang Inovasi ‘c et chic’
Kesehatan gigi dan mulut menjadi salah satu investasi bagi setiap individu. Hal ini sangatlah penting karena berkaitan dengan kualitas hidup seseorang yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh seseorang secara umum.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO), kasus kerusakan gigi terutama karies gigi (gigi berlubang) merupakan kasus terbanyak baik secara nasional maupun internasional. Kasus ini terjadi hampir di segala usia hingga mencapai 60-90 persen orang, prevalensi terbesarnya terjadi pada anak-anak yakni sebesar 50-70 persen.

Dr Yessie selaku inovator menjelaskan, karies gigi disebabkan oleh adanya proses demineralisasi gigi. Proses demineralisasi gigi adalah salah satu tahap awal dari kerusakan gigi yang disebabkan oleh asam yang dibentuk dari sisa makanan dan bakteri dalam mulut. Dalam proses demineralisasi, mineral-mineral penting seperti kalsium, fosfat, dan fluoride yang ada dalam lapisan luar gigi secara perlahan-lahan dilepaskan dan larut dalam asam. Hal ini mengakibatkan keroposan pada gigi, gigi berlubang hingga patah gigi.

Proses demineralisasi terjadi akibat aktivitas jasad renik dalam perusakan zat organik hingga invasi bakteri ke bagian dalam gigi dari dentin hingga pulpa. Proses ini terjadi pada lingkungan dengan pH asam yakni di bawah 5,5 dan menyebabkan terbentuknya pori-pori kecil atau porositas pada permukaan enamel yang sebelumnya tidak ada.

“Salah satu penanganan kasus karies gigi adalah pemanfaatan mineral hidroksiapatit yang merupakan mineral utama tulang dan gigi untuk menutupi pori dan lubang pada gigi. Hidroksiapatit merupakan fasa kalsium fosfat yang paling stabil dan memiliki kekuatan mekanik yang tinggi,” jelas Dr Yessie.

Sejauh ini ketergantungan pada bahan impor sangat tinggi sehingga berdampak pada harga yang relatif mahal. Oleh karena itu, diperlukan hidroksiapatit produk lokal yang dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor dengan harga yang relatif terjangkau.

“Hidroksiapatit memiliki kemiripan sifat kimia dengan jaringan keras manusia, yaitu tulang dan gigi. Hal inilah yang mendasari penggunaan hidroksiapatit dalam penanganan kasus tulang dan gigi,” tuturnya.

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidroksiapatit dalam negeri, telah dilakukan optimalisasi metode sintesis hidroksiapatit. Penelitian yang dilakukan Dr Yessie dan tim peneliti IPB University lainnya telah berhasil memproduksi hidroksiapatit skala komersial melalui teknik gelombang mikro. Teknik ini telah mendapatkan paten dengan nomor IDP000064247.

Selain remineralisasi pada gigi berlubang, adanya manfaat lain seperti antiplak dan antibanteri pada produk oral care sangat penting. Salah satu bahan aktif yang dapat digunakan adalah minyak temu hitam.

“Hasil penelitian terhadap minyak rimpang temu hitam menunjukkan bahwa minyak temu hitam memiliki keunggulan sebagai antibakteri, antiplak, serta antiinflamasi,” ungkapnya.

Dukungan saintifik yang memadai terhadap potensi bahan aktif (minyak rimpang temu hitam) diharapkan dapat memperkuat pengembangan produk tersebut. Dr Yessie menuturkan, hingga saat ini, belum ditemukan produk oral care komersial yang mengandung minyak rimpang temu hitam sebagai bahan aktif antibakteri, antiplak, anti-inflamasi, sehingga peluang pengembangan produk sangat terbuka luas.

Minyak rimpang temu hitam diperoleh dari ekstraksi simplisia temu hitam. Simplisia diperoleh melalui proses pengeringan. Simplisia standar adalah simplisia yang telah memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan oleh Departemen Kesehatan RI di antaranya memenuhi kadar air standar yang ditetapkan.

Menurut Farmakope Herbal Indonesia (RI, 2008) dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, standar kadar air maksimum simplisia adalah 10 persen. Kadar air rimpang temu hitam pada saat dipanen berkisar 80-90 persen sehingga perlu dikeringkan.

Dr Yessie dan tim berharap hadirnya oral care “c et chic” di masyarakat akan mengurangi tendensi karies gigi di Indonesia. (*/Rz)