Kilas Balik Perancangan UU KIA, Simak Penjelasan Pakar Keluarga IPB University di DPR RI

Kilas Balik Perancangan UU KIA, Simak Penjelasan Pakar Keluarga IPB University di DPR RI

Kilas Balik Perancangan UU KIA, Simak Penjelasan Pakar Keluarga IPB University di DPR RI
Riset

Pengesahan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan masih menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Salah satu yang paling menjadi perhatian adalah terkait pemberian cuti bagi ibu hamil hingga enam bulan.

Jauh sebelum disahkan, Pakar Keluarga IPB University, Prof Euis Sunarti sempat memberikan pertimbangan dan masukannya saat diundang Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) mengenai Rancangan UU KIA.

“Pada saat RDPU, disampaikan bahwa isi dalam rancangan UU KIA sebetulnya masih terlalu sempit jika dibandingkan dengan lingkup ‘kesejahteraan ibu dan anak’, yaitu fokus pada pemberian cuti bagi ibu hamil, dan melahirkan,” ujar Prof Euis.

Namun di sisi lain, pengaturan yang fokus pada kesejahteraan ibu dan anak itu sendiri lebih sempit dibandingkan dengan lingkup pengaturan ketahanan keluarga sebagai sistem. Kesejahteraan itu merupakan output dari ketahanan keluarga.

Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University ini juga menyampaikan bahwa kesejahteraan ibu dan anak tidak akan terlepas dari peran suami dan ayah. Menurutnya, interaksi antara suami dan istri dalam keluarga juga menjadi faktor penting yang mendukung perwujudan kesejahteraan ibu dan anak di keluarga.

“Apabila tujuannya adalah kesejahteraan ibu dan anak, tentu peran suami juga tidak bisa dilepaskan. Dan sebetulnya, aturan yang dibuat harus mencakup ketahanan keluarga secara sistem bukan hanya sekadar melihat kesejahteraan ibu dan anak saja,” ungkapnya.

Meski begitu, dosen IPB University dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) ini menilai bahwa UU KIA ini menjadi sebuah political will yang telah disepakati dan resmi menjadi sebuah aturan di Indonesia. Melihat dari prinsipnya juga telah mencerminkan bahwa negara memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan keluarga dengan cara memberikan ruang terbuka bagi perempuan untuk berkarier.

Walau demikian, dalam implementasinya akan ditemukan masalah, kesulitan-kesulitan, dan tantangan tersendiri. Pasalnya, tidak semua pelaku usaha akan mampu memenuhi aturan tersebut. Lantas bagaimana dengan sanksinya?

Selain itu, “Dengan adanya UU KIA ini, mekanisme pemberian cuti hingga enam bulan dengan gaji penuh selama empat bulan dan gaji 75 persen untuk dua bulan berikutnya, harus benar-benar diawasi praktiknya di lapangan, terutama bagi pihak yang mampu. Di sisi lain, aturan ini jangan sampai ada usaha yang merugi dan terancam gulung tikar apabila diwajibkan menerapkan kebijakan tersebut,” pungkas Prof Euis. (Fajar/Rz)