Guru Besar IPB University Kenalkan Teknologi untuk Manfaatkan Sumberdaya Lignin yang Melimpah di Indonesia

Guru Besar IPB University Kenalkan Teknologi untuk Manfaatkan Sumberdaya Lignin yang Melimpah di Indonesia

Guru Besar IPB University Kenalkan Teknologi untuk Manfaatkan Sumberdaya Lignin yang Melimpah di Indonesia
Riset

Prof Deded Sarip Nawawi, Guru Besar IPB University bidang Ilmu Kimia Kayu menerangkan, diperlukan teknologi untuk valorisasi lignin sebagai usaha diversifikasi produk dan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan. Menurutnya, valorisasi lignin atau peningkatan nilai guna lignin penting dalam memanfaatkan sumberdaya lignin yang melimpah di Indonesia.

Ia menerangkan, lignin merupakan polimer alami penyusun dinding sel tumbuhan terbanyak kedua setelah selulosa dengan kandungan sekitar 15-35 persen. Namun demikian, industri biorefinery saat ini masih bertumpu pada pemanfaatan berbasis selulosa, seperti industri pulp dan kertas atau bioetanol, sementara lignin merupakan hasil sampingnya masih dianggap bernilai rendah. Padahal, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, di tahun 2021, mencatat produksi pulp tahun 2021 mencapai 11,8 juta ton dengan potensi lignin dalam lindi hitam dapat mencapai 5-6 juta ton.

“Pemanfaatan lignin terbesar saat ini adalah sebagai bahan bakar yang mencapai 98 persen. Berdasarkan struktur kimianya, lignin sangat berpotensi sebagai bahan baku berbagai produk biomaterial dan kimia, akan tetapi lignin merupakan polimer berstruktur kompleks dan beragam sehingga memunculkan tantangan tersendiri dalam upaya pemanfaatannya,” kata Prof Deded Sarip Nawawi dalam konferensi pers pra orasi Guru Besar IPB University, 22/5.

Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan ini menerangkan, penelitian karakteristik kimia dan biorefinery lignin akan menjadi dasar untuk inovasi dan pengembangan teknologi proses serta diversifikasi produk berbasis lignin. Sementara itu, katanya, potensi produksi lignin semakin besar sejalan dengan berkembangnya teknologi pemanfaatan biomassa lignoselulosa berbasis polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) seperti produksi pulp-kertas, rayon, nano selulosa, dan bioetanol.

Dikatakannya, untuk meningkatkan nilai guna, valorisasi lignin dapat dilakukan melalui strategi penggunaan lignin sebagai makromolekul. Penggunaan lignin sebagai makromolekul dapat dilakukan baik tanpa perlakuan maupun dengan fungsionalisasi; misalnya untuk energi, komposit, nanomaterial, perekat, serat karbon, poliuretan, dan aditif tahan api.

Dosen Departemen Hasil Hutan IPB University ini menyebut, berdasarkan penelitian yang bekerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan bahwa aplikasi lignin dan lignosulfonat hasil isolasi dari limbah industri pulp dapat meningkatkan sifat tahan api produk rotan dengan bobot massa terbakar menurun sekitar 40-60 persen. Tidak hanya itu, lignin juga dapat dibuat bioplastik atau biofilm bersifat hidrofilik rendah dan antimikrob untuk aplikasi sebagai penyalut benih dan serat tekstil.

“Lignin dapat berfungsi sebagai bahan resin perekat produk kayu komposit dan pengganti poliol dalam pembuatan produk poliuretan. Dalam bidang energi, selain lignin dikenal memiliki nilai kalor tinggi juga berpotensi sebagai material aditif fortifier energi dan penyimpan energi untuk produk baterai super kapasitor,” katanya.

Ia menambahkan, strategi lain pemanfaatan lignin ialah produksi senyawa berbobot molekul rendah misalnya vanilin, benzena, toluena, xilena, fenol, dan senyawa fenolik lainnya. Menurutnya, produk vanilin di dunia masih berasal dari industri petrokimia yang mencapai 81-88 persen, lainnya dari lignin 11-14 persen, dan vanilin alami dari tanaman vanila sekitar 1-5 persen. Penelitian lain juga mencoba mensintesis lignin menjadi senyawa fenolik berbobot molekul rendah untuk produk benzena, toluena, xilena (BTX) dan senyawa aromatik lainnya.

“Valorisasi lignin dapat menjadi bagian terintegrasi dari biorefineri lignoselulosa sehingga dapat mendukung efisiensi pemanfaatan sumber daya biomaterial hutan secara berkelanjutan melalui peningkatan diversifikasi produk dan nilai tambah,” jelasnya.

Ia menambahkan, pengembangan bioproduk dari lignoselulosa, termasuk bioproduk lignin, diproyeksikan akan semakin menarik seiring dengan semakin menipisnya sumber minyak bumi, meningkatnya perhatian masyarakat pada segi perubahan iklim dan lingkungan, tren terkait green products/green chemistry, produk ramah lingkungan, bersifat terbarukan, dan ekonomi berkelanjutan.