Ini Faktor Pendukung Keberhasilan Program Intervensi Stunting Menurut Dosen Gizi IPB University

Ini Faktor Pendukung Keberhasilan Program Intervensi Stunting Menurut Dosen Gizi IPB University

Ini Faktor Pendukung Keberhasilan Program Intervensi Stunting Menurut Dosen Gizi IPB University
Berita

Sejak diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, angka stunting di Indonesia hanya turun rata-rata 1,45 persen setiap tahunnya. Hal tersebut tentu sangat jauh dari target yang diharapkan yakni sekitar 14 persen.

Untuk merumuskan strategi penurunan stunting ke depan, Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik (DKaSRA) IPB University menyelenggarakan The 43rd IPB Strategic Talks dengan judul “Akselerasi Kebijakan Penurunan Stunting dan Pembangunan Gizi Nasional” pada Selasa, 2/4 secara daring.

Dalam kesempatan ini, Inti Wikanestri, SKM, MPA selaku Koordinator Bidang Gizi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyampaikan beberapa poin penting.

“Penurunan prevalensi stunting tidak bisa dicapai dalam waktu singkat karena dihasilkan dari perbaikan berbagai faktor determinan. Maka dari itu, Bappenas memiliki program jangka pendek berupa pemberian makan tambahan (PMT) lokal
dan jangka panjang yakni mempromosikan pola konsumsi pangan yang beragam, pengayaan zat gizi dan jaminan gizi pada periode 1000 hari pertama kehidupan,” ungkapnya.

Dr Tin Herawati, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) IPB University, menjelaskan bahwa sebenarnya stunting memiliki akar penyebab yang kompleks. “Akar masalah stunting sebenarnya ada pada rendahnya pendidikan pasutri, pola asuh dan pola makanan keluarga yang tidak berkualitas, pernikahan anak, serta dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah atau kurangnya political will dalam mengatasi masalah stunting,” jelas Dr Tin.

“Pemerintah harus punya komitmen yang kuat untuk mengentaskan stunting. Para pelaksana program juga harus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian dukungan anggaran serta fasilitas sarana dan prasarana kesehatan yang baik juga perlu diberikan,” katanya menjelaskan mengenai faktor pendukung keberhasilan program intervensi stunting.

Sementara, Prof Rizal Damanik, Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB University menyampaikan tentang pendekatan multisektor dan multipihak dalam intervensi stunting nasional melalui program Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT). DASHAT menyasar pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan balita dari keluarga berisiko stunting.

“Program tersebut perlu melibatkan berbagai aktor multisektor agar bisa berjalan optimal. Pemerintah berperan sebagai pembina dan regulator pelaksanaan program. Perguruan tinggi berperan sebagai pendamping untuk pendidikan gizi kepada masyarakat. Dunia usaha menjadi donatur dan pendamping pengelolaan usaha dan gizi. Program ini juga membutuhkan kader penggerak masyarakat yang bertugas untuk penggerak dan motivator terlaksananya program,” jelas Prof Rizal.

Narasumber berikutnya, Drs Seperius Edison Sipa, M.Si. selaku Penjabat (Pj) Bupati Daerah Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) memaparkan mengenai kondisi stunting di kabupatennya. “Kabupaten TTS adalah satu wilayah Indonesia dengan angka stunting tertinggi. Pada 2023, prevalensi stunting di TTS mencapai 22,3 persen, lebih tinggi dari prevalensi nasional pada angka 21,5 persen,” papar Drs Seperius.

Lanjut Drs Seperius, Kabupaten TTS sudah melakukan beberapa program intervensi stunting, yakni pemberian PMT pangan lokal, pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil dan remaja putri, dan melakukan perekrutan tenaga kesehatan untuk desa.

“Kabupaten kami juga sangat terbuka untuk peluang kerja sama riset dari perguruan tinggi mengenai permasalahan stunting agar pemerintah daerah (pemda) dapat merumuskan kebijakan yang sesuai dengan hasil riset,” imbuhnya. (NZR/Lp)