Guru Besar IPB University Rekomendasikan Manajemen Pemupukan Fosfor Bagi Tanah Masam Lahan Kering di Jawa, Kalimantan dan Sumatera

Guru Besar IPB University Rekomendasikan Manajemen Pemupukan Fosfor Bagi Tanah Masam Lahan Kering di Jawa, Kalimantan dan Sumatera

Guru Besar IPB University Rekomendasikan Manajemen Pemupukan Fosfor Bagi Tanah Masam Lahan Kering di Jawa, Kalimantan dan Sumatera
Riset

Guru Besar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University, Prof Arief Hartono membagikan rekomendasi manajemen pemupukan fosfor (P) pada tanah masam lahan kering di Indonesia. Daerah di Indonesia yang memiliki lahan kering tersebar di Pulau Jawa bagian barat, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan.

Prof Arief menjelaskan, manajemen pemupukan ini dilakukan berdasarkan sifat fisiko kimia tanah masam dan karakterisasi perilaku fosfornya. “Strategi ini diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfor,” kata dia.

Ia menyebut, manajemen pemupukan ini penting karena luas lahan kering di Indonesia sekitar 75 persen dari luas total lahan di Indonesia. Totalnya jauh lebih luas dibandingkan dengan lahan basah non rawa. Tidak hanya itu, lahan kering di Indonesia juga mempunyai reaksi tanah yang masam. Implikasinya, status hara rendah dan hara fosfor (P) masuk kategori sangat rendah sampai rendah.

“Karena status hara fosfor (P) yang sangat rendah maka direkomendasikan pemupukan P ini harus dilakukan dengan pengetahuan tentang karakteristik serapan, transformasi dan pelepasannya,” jelasnya.

Ia mengurai bahwa estimasi unsur P pada tanah masam dapat dilakukan oleh tiga hal. Hal tersebut adalah faktor yang terasosiasi dengan oksida seperti kandungan Fe dan Al hidrus oksida. Hal lainnya yaitu kemasaman yang berasosiasi dengan kandungan 1.4 nm mineral klei atau liat dan kandungan C-organik tanah. Bahan-bahan induk tanah ini yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat serapan fosfor dalam tanah.

“Kunci ketersediaan P bagi tanaman di lahan kering masam adalah serapan yang disertai dengan energi ikatan yang kuat serta pelepasan P, sehingga strategi pemupukan yang tepat tergantung sifat psikokimia tanahnya sangat penting,” tambah Prof Arief.

Ia merekomendasikan pemupukan dilakukan bertahap pada tanah-tanah yang berkembang dari batuan sedimen, granit dan sedimen vulkanik. Misalnya pada satu minggu setelah tanam (MST) sepertinganya, dilanjutkan dengan empat minggu setelah tanam (MST) sepertiga nya lagi. Strategi ini dilakukan karena tanahnya mengandung fraksi P labil yang lebih tinggi dan sudah tersedia bagi tanaman.

Sementara, untuk tanah-tanah yang berkembang dari abu volkan dan andesit, pupuk P dapat diberikan sekaligus. Fraksi P yang terkandung di dalam tanahnya cenderung non labil dan harus ditransformasikan terlebih dulu ke fraksi labil.

Adapun bahan-bahan ameliorasi yang mengandung silika dan bahan organik harus diberikan sebelum pemupukan P ke dalam tanah. Hal ini diperlukan agar bahan tersebut diberlakukan sebagai pembenah tanah untuk mengurangi serapan P. Senyawa silikat ini mampu mentransformasikan fraksi P non labil ke fraksi P yang labil sehingga P yang diberikan dapat lebih tersedia bagi tanaman.

“Maka pemberian pupuk P yang mengandung senyawa-senyawa silikon dan bahan organik direkomendasikan sebagai bahan pembenah tanah untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P,” terang Pakar Tanah IPB University ini. (MW)