Rektor IPB University: Kampus Mesti Warnai Pendidikan Politik dan Lahirkan Pemimpin yang Ideal

Rektor IPB University: Kampus Mesti Warnai Pendidikan Politik dan Lahirkan Pemimpin yang Ideal

Rektor IPB University: Kampus Mesti Warnai Pendidikan Politik dan Lahirkan Pemimpin yang Ideal
Berita

Mayoritas tenaga kerja Indonesia adalah lulusan Sekolah Dasar (SD), sementara lulusan pendidikan tinggi mengalami tren penurunan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini akan mempengaruhi kualitas pembangunan ideologi politik, sosial budaya, hingga keamanan negara. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis yaitu membuat penilaian secara rasional dan sistematis, terlebih dalam memilih dan meneropong calon pemimpin yang tepat bagi Indonesia.

Prof Arif Satria, Rektor IPB University mengatakan, kecerdasan dan mencerdaskan bangsa adalah isu multidimensi. Isu ini menyangkut kualitas pendidikan dan indeks inovasi. “Kampus sebagai sistem pendidikan tinggi harus mampu mengawal dan mewarnai pendidikan politik dan karakter manusia Indonesia sehingga proses demokrasi lebih berkualitas,” ujarnya.

Hal tersebut ia sampaikan dalam acara Visi Negarawan bertemakan ‘Bangsa Cerdas Berpikir Bernas’ di Metro TV, pada Jumat, 26/1. Ia melanjutkan, perguruan tinggi harus realistis melihat kebutuhan pasar. Namun di saat yang sama lulusan perlu dibekali dengan life skill yang mumpuni.

“Semestinya kita harus mulai sadar dari tingkat SD dan menengah, pendidikan karakter harus mulai dibangun seperti cara berpikir, kematangan dan sebagainya, sehingga sistem pendidikan tinggi difokuskan pada peningkatan kemampuan adaptasi dalam merespon perubahan. Mentalitas mencetak calon pembelajar seharusnya menjadi fokus reformasi Pendidikan di Indonesia,” lanjut dia.

“Kebebasan akademis dan bersuara berbasis pada hati Nurani dan data harus terus disuarakan karena sangat penting untuk melaksanakan proses demokrasi berbasis check and balance. Budaya berpikir kritis seperti ini juga sudah dibangun IPB University dengan mengundang para mahasiswa terkait kebijakan kampus dan berdebat berdasarkan data yang faktual,” terang Prof Arif.

Menurutnya, keteladanan dan keadilan sangat penting dalam proses pendidikan. Kampus sebagai wadah masyarakat sipil untuk berdemokrasi harus mampu mengawal proses demokrasi yang lebih matang dan berkualitas. “Kematangan demokrasi ini menjadi penting agar kampus turut mewarnai pendidikan politik sehingga kualitas berdemokrasi akan terjamin,” pungkasnya.

Prof Arif mengatakan, butuh tujuh kali (Pemilihan Umum) Pemilu atau 10 tahun lagi agar Indonesia mencapai kematangan demokrasi. Hasil proyeksi ahli-ahli politik semakin relevan melihat fakta saat ini. “Mengawal kritisisme yang baik akan melahirkan pemimpin yang tidak sekedar legitimasi namun substansi untuk bekal kemajuan bangsa kedepan,” ujarnya.

Di lain sisi, lanjutnya, pemerintah harus mampu mendongkrak indeks inovasi global yang mencerminkan tingkat perekonomian dan kualitas industri dan sumberdaya manusia di Indonesia. Indeks ini memerlukan faktor pengungkit berupa sumber daya manusia dan hilirisasi inovasi.

“Terdapat korelasi antara indeks inovasi global dan pembagian proporsi anggaran riset oleh industri, sehingga mau tidak mau inovasi harus digenjot karena hasil uji korelasi menunjukan indeks ini berkorelasi positif dengan jumlah Gross Domestic Product (GDP) per tahun,” tutur dia. (MW/Lp)