PPLH IPB University Diseminasi Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai di DKI Jakarta
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University menyampaikan hasil pemantauan kualitas air sungai di DKI Jakarta. Kegiatan bertempat di Gedung Aula Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta.
Kegiatan ini merupakan bentuk kerja sama antara DLH DKI Jakarta dan PPLH IPB University. Pemantauan kualitas air sungai ini dilaksanakan per triwulan sepanjang tahun 2023. Diharapkan, upaya tersebut akan mewakili kondisi musim kemarau, musim hujan dan dua kali musim peralihan (peralihan kemarau ke hujan dan peralihan hujan ke kemarau).
Menurut Ketua Tim Pemantauan Kualitas Air Sungai Dr Liyantono, selama pemantauan yang dilakukan pada tahun 2018 hingga tahun 2023 telah dicapai perbaikan dalam hal kualitas pemantauan lingkungan perairan sungai.
“Pertama, jika dilihat dari jumlah titik yang dipantau jumlahnya meningkat yaitu 90 titik pada tahun 2018, 111 titik pada tahun 2019 dan 120 titik pada tahun 2021-2023. Penambahan jumlah titik ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi data yang dihasilkan agar semakin representatif menggambarkan keadaan riil kualitas air sungai di Jakarta,” paparnya.
Kedua, lanjut Dr Liyantono, pada pemantauan yang dilakukan tiga tahun terakhir, terjadi perbaikan kualitas data yang diperoleh, baik pengamatan di lokasi secara insitu maupun yang diukur oleh laboratorium secara eksitu.
“Hal ini terjadi karena selama pemantauan di lokasi, antara kondisi rona lingkungan yang dicatat dan hasil pengukuran parameter secara insitu pada lokasi uji petik senantiasa di crosscheck oleh tim pemantau dengan hasil pengukuran dari laboratorium,” ujarnya.
Ia menuturkan, data yang diukur secara insitu oleh tim monitoring dan oleh pihak laboratorium (eksitu) memiliki faktor korelasi (keterkaitan). Proses pengambilan sampel juga telah mengikuti prosedur SNI 8995 Tahun 2021. Hasil pengukuran juga telah dibandingkan dengan acuan baku mutu air kelas dua yang terbaru, yaitu dari Peraturan Pemerintah (PP) No 22 Tahun 2021.
Dr Liyantono yang juga merupakan Sekretaris Eksekutif PPLH IPB University menjelaskan bahwa data kualitas air yang diperoleh menunjukkan bahwa koliform fekal dan koliform total merupakan parameter yang perlu untuk segera dikelola, mengingat parameter mikrobiologi ini memberikan sumbangan poin negatif yang signifikan terhadap kualitas secara umum.
“Hal ini menjadi sebuah konsekuensi di mana nilai kelayakan kualitas air sungai di DKI menjadi sangat rendah, bahkan berbahaya bagi kesehatan jika dimanfaatkan langsung,” jelasnya.
Catatan lain yang diperoleh oleh tim, bahwa kawasan Sungai Cideng, merupakan daerah aliran sungai yang perlu segera dikelola. Pasalnya, selama tiga tahun pemantauan yang dilakukan oleh tim sebanyak masing-masing 4 kali pemantauan per tahun, kondisi Sungai Cideng selalu dalam kondisi cemar berat dan sangat tidak layak.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cideng ini memiliki karakteristik yang unik karena porsi air buangan dari kegiatan domestik (rumah tangga dan lainnya) memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan dengan sumber air yang berasal dari alam (mata air).
Dr Liyantoro juga mengatakan, secara keseluruhan dalam dua tahun terakhir, hasil pemantauan menunjukkan parameter yang sering dijumpai tidak memenuhi selama pemantauan di antaranya fekal koliform, total koliform, amonik, H2S dan klorin bebas.
“Secara hasil dari tahun ke tahun (2021-2023), secara umum, tidak banyak perubahan kualitas air, fekal koliform, total koliform, amonik, H2S dan klorin bebas merupakan parameter yang paling sering tidak memenuhi baku mutu,” tambahnya.
Dosen IPB University ini juga menambahkan, kondisi el Nino yang terjadi beberapa waktu yang lalu juga mengakibatkan penurunan debit sungai yang terukur pada saat pemantauan. Faktor kekeringan yang terjadi selama masa el Nino pada tahun 2023, membuat bahan pencemar yang dominan berasal dari warga menjadi lebih pekat karena berkurangnya debit air (sebagai pengencer) yang berasal dari hulu sungai.
Tenaga ahli PPLH IPB University, Mursalin Aan dan Gatot Prayoga selaku tim survei yang ikut melakukan pemantauan mengungkapkan, ditemukan kadar logam berat yang tinggi pada sedimen. Hal ini di luar dugaan karena selama ini pengukuran pada air permukaan, parameter logam berat selalu tidak terukur karena sering di bawah limit deteksi alat (tidak terdeteksi).
“Hal yang berbeda, ketika uji petik dilakukan pada logam berat jenis Cu dan Zn di sedimen, diperoleh konsentrasi yang sangat tinggi,” jelas Aan. (my/Rz)