Mahasiswa IPB University Kembangkan Teknologi Tepat Guna Pemasakan Rendang

Mahasiswa IPB University Kembangkan Teknologi Tepat Guna Pemasakan Rendang

Mahasiswa IPB University Kembangkan Teknologi Tepat Guna Pemasakan Rendang
Student Insight

Sebanyak lima mahasiswa IPB University berhasil mengembangkan mesin pemasakan rendang untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Teknologi tepat guna ini disebut dengan Cylinder Vacuum Cooker. Berbeda dengan kompor dan panci pada umumnya, alat pemasakan rendang ini menggunakan sistem pemasakan vakum di dalam tabung pemasakan yang dilengkapi dengan pengaduk otomatis.

Lima mahasiswa tersebut adalah Fitroh Agung Dimas Tetuko (Departemen Manajemen), Lingga Fauzyan Firdhaus dan Arwanila Sartika Tri Febianti (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem), Farhan Al-Ghifari dari Agronomi dan Hortikultura dan Hanin Nur Azizah (Departemen Teknologi Pangan). Kelima mahasiswa tersebut didampingi oleh Dr Faleh Setia Budi, dosen IPB University (Departemen Teknologi Pangan).

Hanin Nur Azizah, mengatakan, mesin pemasakan rendang ini menggunakan prinsip vakum untuk menurunkan tekanan dalam tabung pemasakan sehingga titik didih dalam tabung akan menurun. Ia menyebut, proses pemasakan ini akan menjaga nutrisi dan sensori daging rendang tetap optimal.

Selain itu, katanya, kondisi vakum akan mempercepat pengeringan kadar air pada bahan pangan. Hal ini karena udara dalam tabung pemasakan diserap keluar oleh sistem vakum. Kondisi ini juga akan menciptakan waktu pemasakan yang lebih singkat mengingat titik didih air akan menurun seiring dengan penurunan tekanan.

“Pemasakan rendang yang semula menghabiskan waktu 4-5 jam dengan kapasitas lima kilogram daging, dengan alat ini hanya menghabiskan waktu 3 jam dengan kapasitas enam kilogram daging,” kata Hanin Nur Azizah, mahasiswa IPB university.

Hanin melanjutkan, selain dari peningkatan kapasitas dan pengurangan waktu produksi, mesin ini juga mampu mengurangi upah kerja karyawan karena pekerjaannya yang dipermudah. Semula, pemilik perlu membayar upah kerja sejumlah Rp 30.000 per kilogram daging, menjadi cukup membayar upah kerja sejumlah Rp 10.000 per kilogram.

“Pemilihan rendang sebagai pangan utama yang dimasak dengan mesin ini, karena rendang merupakan makanan dengan proses pemasakan yang lama. Hal ini sangat berisiko mengalami degradasi nutrisi dan perubahan sensori selama proses pemasakan,” kata Hanin.

Fitroh dan kawan-kawan berharap, mesin ini dapat dikembangkan untuk dikomersilkan sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh pengusaha rendang.