SBRC IPB University bersama BPDPKS dan PT INL Bahas Hilirisasi Minyak Sawit Menjadi Oleokimia

SBRC IPB University bersama BPDPKS dan PT INL Bahas Hilirisasi Minyak Sawit Menjadi Oleokimia

SBRC IPB University bersama BPDPKS dan PT INL Bahas Hilirisasi Minyak Sawit Menjadi Oleokimia
Berita

Tumbuhnya industri dalam negeri untuk produk turunan sawit berupa Oleokimia menjadi harapan besar dari penyelenggaraan workshop hasil kerja sama Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi atau Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB University bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan PT Industri Nabati Lestari (INL). Acara yang digelar di IPB International Convention Center (IIC) tersebut mengangkat tema ‘Hilirisasi Minyak Sawit Menjadi Oleokimia: Potensi dan Tantangan’ (23/10).

Rektor IPB University, Prof Arif Satria dalam sambutannya secara daring mengapresiasi acara ini. Menurutnya, acara ini sebagai ajang saling berbagi informasi menarik bagaimana produk turunan sawit dapat memiliki nilai tambah. Ia percaya bahwa produk turunan sawit makin lama akan makin berkembang melalui inovasi dari perguruan tinggi.

“IPB University juga sudah menghasilkan inovasi berupa helm dari limbah sawit, fashion dari limbah sawit, kosmetik dari limbah sawit, ada pakan dari limbah sawit dan banyak lagi. Termasuk inovasi yang dihasilkan melalui SBRC IPB University,” ujarnya.

Di samping itu, lanjut dia, IPB University juga telah membuat pabrik pengolahan crude palm oil (CPO) di Jonggol. Tahun 2024 akan dibangun pabrik turunan dari CPO. “Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini dan berharap kerja sama ini akan terus menghasilkan produk inovasi turunan sawit lainnya,” pungkasnya.

Kepala SBRC IPB University, Dr Meika Syahbana Rusli menyampaikan minyak kelapa sawit hingga saat ini masih menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia dalam menambah devisa negara. CPO atau minyak sawit mentah dan Palm Kernel Oil (PKO) atau minyak inti sawit merupakan bahan baku potensial untuk diolah menjadi beragam produk oleokimia.

“Selain penyumbang devisa, industri kelapa sawit juga menyediakan lapangan pekerjaan yang besar, yang mampu menyerap 4,53 juta tenaga kerja petani,” ucap Dr Meika.

Salah satu peneliti SBRC IPB University, Prof Erliza Hambali mengatakan bahwa hilirisasi CPO dan PKO yang dapat dilakukan di Indonesia dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu oleopangan, oleokimia dan biofuel.

Dalam hilirisasi oleokimia, produk refinery akan diolah menjadi produk oleokimia dasar hingga berupa surfaktan dan emulsifier. Beberapa contoh aplikasinya dapat ditemukan di produk-produk yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Seperti pada produk cleaning, personal care, kosmetik, farmasi, agrochemical hingga industri minyak dan gas. Selain itu, produk oleokimia juga berperan untuk meningkatkan produksi minyak bumi di lapangan tua.

Rapolo Hutabarat dari Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia (Apolin) mengungkap, saat ini belum ada industri dalam negeri yang memproduksi oleokimia dari hilirisasi sawit. Hal tersebut menurutnya menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia sebagai salah satu negara eksportir sawit mentah terbesar.

Ia berharap Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Kemenkop UMKM) dapat berperan dengan turut menumbuhkan UMKM hilirisasi produk turunan sawit. Misalnya dengan menumbuhkan UMKM sabun cuci tangan.

Sementara Aida Fitria, Kepala Divisi Lembaga Kemasyarakatan dan Civil Society Direktorat Kemitraan BPDPKS menyampaikan bentuk dukungan pemerintah terhadap
hilirisasi industri sawit adalah dengan menerbitkan berbagai kebijakan. Salah satunya berupa pengenaan tarif lebih tinggi terhadap produk hulu dibandingkan produk hilir.

“Kelapa sawit termasuk dalam 10 kelompok komoditas unggulan Indonesia yang didorong oleh pemerintah untuk digiatkan proses hilirisasi dan peningkatan daya saingnya. Hilirisasi industri kelapa sawit, terutama untuk industri berorientasi ekspor diperlukan, mengingat pertumbuhan impor tahun 2019 sebesar 7,1 persen yang masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor yang sebesar 6,3 persen,” ungkapnya.

Oleh karenanya, kata dia, melalui upaya hilirisasi industri kelapa sawit, diharapkan dapat meningkatkan perolehan devisa dari kelapa sawit. Pada akhirnya, nilai tambah produk kelapa sawit dapat dinikmati oleh semua stakeholder di Indonesia. (dh/Rz)