DKSRA IPB University Selenggarakan FGD Bahas Perlindungan SDA di Indonesia

DKSRA IPB University Selenggarakan FGD Bahas Perlindungan SDA di Indonesia

DKSRA IPB University Selenggarakan FGD Bahas Perlindungan SDA di Indonesia
Berita

Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik (DKSRA) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) series 3 dengan tema “Refleksi Penyelenggaraan Perlindungan Sumber Daya Alam Di Indonesia,” 15/8. Kegiatan FGD diselenggarakan karena IPB University memiliki peran penting dalam menggerakkan dan membantu penyelesaian masalahan perlindungan lingkungan di Indonesia utamanya melalui kegiatan tridharma perguruan tinggi.

Prof Ernan Rustiadi, Wakil Rektor IPB University Bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim, mengatakan bahwa kegiatan ini penting untuk diselenggarakan. Menurutnya, dengan kegiatan seperti ini dapat dihasilkan rumusan kebijakan yang dapat diberikan ke pemerintah maupun stakeholders lain.

“Diskusi ini sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan merumuskan gap yang ada dan harus dicarikan solusi terkait perlindungan ekosistem dan sumber daya alam. Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan satu policy paper sehingga dapat dijadikan rekomendasi untuk IPB University maupun pemerintah ke depan,” ujar Prof Ernan Rustiadi, sebagai kata pengantar sesi FGD kali ini.

Pada sesi pemantik, Mufti Fathul Barri dari Forest Watch Indonesia menyampaikan deforestasi atau pelepasan hutan banyak terjadi di luar izin, padahal hutan Indonesia sudah dikelola oleh KPA hutan lindung. Terdapat momentum-momentum tertentu yang secara tidak langsung merugikan hutan, menyangkut relasi bagaimana politik dengan pelepasan kawasan hutan.

“Lonjakan deforestasi hutan di masa transisi pemerintahan seringkali terjadi. Ini perlu disikapi, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama”, ungkapnya.

Sementara, Ir Haryanto MSc, dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Hidup IPB University, mengatakan kompleksitas permasalahan kerusakan sumber daya alam belum berubah dari tahun 2000-an hingga saat ini. Hal ini juga berkaitan dengan belum adanya kesepakatan umum terkait ukuran kinerja dan ukuran kerusakan pengelolaan sumber daya alam yang baik.

“Apakah menggunakan biodiversity loss sebagai acuan indikatornya? Selain itu, persoalan mendasar juga berkaitan dengan kerangka kelembagaan yang lemah, korupsi, tidak adanya penegakan hukum atas perencanaan tata ruang yang ada,” tambahnya.

Muh Ilman, dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menyatakan, sumber daya laut memiliki nilai ekonomi yang penting, namun kerusakan laut yang besar karena kegiatan eksploitasi dan penangkapan ikan berlebih menjadikan ancaman tersendiri bagi ekosistem laut. “Untuk memulihkan kembali ekosistem tersebut, kami di mengaktifkan kembali aturan lama yang ada di daerah setempat dan diberlakukan pada 11 provinsi dari barat sampai timur salah satunya dengan “SASI,” katanya.

Ia menerangkan, revitalisasi ini menghasilkan ukuran dan hasil panen ikan yang meningkat tiap tahunnya. Pada praktiknya, ukuran teripang yang tertangkap meningkat drastis, termasuk kemunculan spesies langka. Hasil tersebut menunjukkan bahwa regulasi pemerintah sangat dibutuhkan karena aturan-aturan lokal yang sudah berjalan seringkali tidak di rekognisi oleh pemerintah pusat.

Pada akhir sesi, Dr Alfian Helmi, Asisten Direktur Kajian Strategis IPB University menambahkan, harus ada kesamaan gerak antara perguruan tinggi, komunitas dan mitra LSM untuk melakukan perubahan paradigmatik agar perlindungan dan manfaat sumber daya alam bisa dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (*/ra)