Lima Guru Besar IPB University Bahas Masa Depan Pangan di Era Revolusi Pangan 50.0

Lima Guru Besar IPB University Bahas Masa Depan Pangan di Era Revolusi Pangan 50.0

Lima Guru Besar IPB University Bahas Masa Depan Pangan di Era Revolusi Pangan 50.0
Berita

Dewan Guru Besar (DGB) IPB University kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) seri keempat dengan tema ‘Masa Depan Pangan dan pangan masa Depan: Revolusi Pangan 50.0’. Masa depan pangan di kala isu perubahan iklim dibahas dengan menghadirkan lima Guru Besar IPB University.

Masa depan pangan Indonesia di era Revolusi Pangan 50.0 diurai mulai dari pengembangan komoditas pangan tahan gangguan iklim, pola konsumsi pangan ideal hingga bahan pangan nonkonvensional potensial.

Prof Mochamad Hasjim Bintoro, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University memulai kegiatan dengan paparan terkait pengembangan komoditas pangan tahan gangguan iklim atau disebut kawasan pertanian berkelanjutan.

Pengembangan tersebut, kata dia, perlu diawali dengan perubahan kawasan pertanian yang lebih berkelanjutan dengan beberapa cara. Misalnya dengan pemanfaatan pekarangan, hidroponik, ruang kosong, roof garden, vertikultur dan pertanian berintegrasi. Praktik pertanian yang ramah lingkungan dan bijak dengan teknologi berkelanjutan juga perlu turut didorong.

“Pengembangan kawasan pertanian berkelanjutan ini kemudian dilanjutkan dengan pengembangan tanaman tahan iklim melalui rekayasa dan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas yang memiliki sifat-sifat tahan iklim,” lanjut dia.

Selanjutnya, Prof Ali Khomsan, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University membahas mengenai pemenuhan kalori dan gizi melalui pendekatan gizi seimbang untuk mendorong percepatan penurunan stunting. Menurutnya, untuk memutus rantai stunting, konsumsi pangan masyarakat harus sesuai anjuran Isi Piringku dan dengan menggunakan indikator skor pola pangan harapan (PPH).

“Keberagaman konsumsi masyarakat harus ditingkatkan dengan konsumsi pangan lokal yang selama ini terlupakan, sehingga tercapai skor ideal menurut PPH 50,” ia menjelaskan.

Prof Lisdar A Manaf, Guru Besar Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University mengurai potensi dan prospek jamur sebagai pangan masa depan. Jamur dinilai berpotensi menjadi salah satu pangan nonkonvensional pengganti pangan nabati.

Ia mengurai, kebangkitan jamur secara global sudah diakui dan kini kerap diolah menjadi pangan fungsional karena kandungan gizi seperti protein yang tinggi. Tak hanya itu, produk pangan kreatifnya bisa dibuat antara lain berupa susu berbahan dasar jamur, tepung jamur fungsional, pangan penambah massa otot dan sebagainya.

“Tahap pengembangan produk jamur dari pangan fungsional bahkan bisa dikembangkan sebagai obat yang paten,” jelasnya.

Selain itu, terdapat potensi pangan nonkonvensional pengganti pangan hewani yang dipaparkan oleh Prof Dewi Apri Astuti, Guru Besar Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB University. Ia mengatakan bahwa alternatif sumber pangan nonkonvensional perlu dicari dengan tetap memenuhi kecukupan gizi pada kondisi perubahan iklim. Contohnya serangga yang dapat menjadi alternatif sumber makanan kaya gizi dan energi berkualitas. Budi dayanya juga terbilang mudah dan murah sehingga aksesnya juga terjangkau bagi masyarakat.

“Serangga seperti belalang, laron dan jangkrik telah menjadi bagian dari budaya kuliner di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan jika dijadikan bahan pangan adalah kehigienisannya, kehalalannya, sosialisasi, bioteknologi dan kebiasaan konsumsi masyarakat,” terang dia.

Paparan dari keempat Guru Besar IPB University tersebut juga turut dibahas oleh Prof Edi Santosa, Prof Suryo Wiyono dan Prof Sri Budiarti. (MW/Rz)