Mahasiswa IPB Ciptakan Oleh-oleh Khas Bogor dari Limbah Pati Onggok
Kreativitas mahasiswa untuk memanfaatkan limbah semakin dibutuhkan, terutama mengelola limbah padat (pati onggok) hasil dari pengelolaan tepung tapioka. Salah satu solusi kreatif yang dicetuskan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) adalah mengubah pati onggok menjadi oleh-oleh khas Bogor. Namanya Pokopang yakni pajangan ornamen kreatif dan edukatif pati onggok.
Kelima mahasiswa yang terlibat berasal dari Departemen Biologi IPB yaitu Muhammad Rangga Habibie M, Dian Tri Wahyudi, Asrie Suharti, Anisa Fadila, dan Regita Sari. Hasil karya tersebut terpilih menjadi salah satu finalis Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2018 yang dibimbing oleh Mafrikhul Muttaqin, M.Si.
Rangga menjelaskan bahwa Pokopang menjadi sarana edukasi kepada masyarakat terkait biodiversitas hewan dan tumbuhan di Indonesia. Sekaligus menambah variasi baru untuk oleh-oleh khas Bogor.
“Karena di Bogor ini belum banyak oleh-oleh khas Bogor, dosen kami menyarankan untuk membuat suatu pra karya dari pati onggok dengan berbagai tema yang mengedukasi masyarakat, seperti gantungan kunci dengan tema biodiversitas hewan (berbentuk hewan beruang madu, gajah sumatera, dan badak jawa) dan tumbuhan, hiasan dinding/lukisan dengan tekstur 3D (tiga dimensi) dan rencananya akan dibuat alat peraga untuk pembelajaran di sekolah,” jelas Rangga.
Proses pembuatan Pokopang cukup sederhana, murah, dan tidak membutuhkan waktu lama. Dari produsen tapioka, mereka sudah dapat pati onggok padat yang nantinya akan digiling menjadi tepung. Tepung dicampur dengan bahan lain (tepung sagu, natrium benzoat, minyak goreng, dan air) sedikit saja. Kemudian dicetak dan dikeringkan minimal satu hari, setelah itu dioven dan kemudian dicat.
“Sejauh ini kami mengerjakannya sendiri dan sistem pemesannya dengan pre order dengan harga berkisar 5 ribu sampai 90 ribu rupiah,” terang Anisa Fadila.
Tim Pokopang berharap bisa menjadi pelopor kreativitas anak muda yang berdampak pada lingkungan dan masyarakat.
“Harapannya kita bisa bekerjasama dengan mitra yang cukup besar untuk produksi secara massal dan bisa memberdayakan masyarakat di pedesaan. Jadi prakarya ini bisa disesuaikan dengan kearifan lokalnya masing-masing serta menambah pemasukan daerah. Selain itu, semoga bisa jadi motivasi bagi anak-anak muda saat ini untuk lebih kreatif mengelola limbah,” ujar Rangga. (UAM/Zul)