Peneliti IPB Manfaatkan Limbah Cangkang untuk Produk Kesehatan

Peneliti IPB Manfaatkan Limbah Cangkang untuk Produk Kesehatan

peneliti-ipb-manfaatkan-limbah-cangkang-untuk-produk-kesehatan-news
Riset

Cangkang hewan merupakan limbah yang melimpah di alam, namun belum memiliki pemanfaatan secara komersial. Limbah ini berasal dari konsumsi daging dari hewan tersebut. Limbah cangkang dapat dimanfaatkan karena kaya akan berbagai mineral termasuk kalsium.

Saat ini, kebutuhan masyarakat akan biomaterial hidroksiapatit cenderung meningkat terutama dalam bidang kedokteran. Hal ini disebabkan meningkatnya kasus patah tulang dan kerusakan gigi. Pencarian alternatif biomaterial yang berasal dari bahan alam mulai dikembangkan, agar tidak menimbulkan efek buruk selain karena terjangkau oleh masyarakat.

Berangkat dari hal ini, Ajeng Suasti Astuti, mahasiswa dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB) tergerak untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah cangkang sebagai bahan hidroksiapatit. Penelitian  berjudul ‘Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Kerang Simping (Placuna placenta), Keong Matah Merah (Cerethidea obtusa), dan Keong Bakau (Telescopium sp.)’ ini dilakukan di bawah bimbingan Dra. Ella Salamah, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si.

“Salah satu biomaterial sintesis yang sedang dikembangkan saat ini adalah biokeramik hidroksiapatit. Pembuatan hidroksiapatit membutuhkan prekursor sebagai sumber kalsiumnya. Maka dari itu, saya mencoba memanfaatkan bahan dari alam sebagai sumber kalsium pada pembuatan hidroksiapatit,” ungkap Ajeng.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini cangkang keong matah merah, cangkang kerang simping, dan cangkang keong bakau. Ajeng mereaksikan kalsium pada limbah cangkang dengan fosfat yaitu H3PO4. Metode penelitiannya yaitu presipitasi dan pengadukan berganda. “Metode pengadukan berganda ini dilakukan dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik, sehingga dapat memaksimalkan proses terbentuknya hidroksiapatit,” jelasnya. Hasil penelitiannya menunjukkan metode presipitasi pengadukan berganda mampu menghasilkan hidroksiapatit meskipun belum murni. Fase hidroksiapatit terbentuk paling banyak pada sampel cangkang keong matah merah. Kadar kalsium tertinggi terdapat pada hidroksiapatit dari cangkang keong bakau sebesar 42,82 persen. “Kadar kalsium tertinggi ini tidak selalu berbanding lurus dengan hasil hidroksiapatitnya, karena hal ini tergantung pada proses sintesis dan faktor luar selama sintesis,” jelas Ajeng.

Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) menunjukkan morfologi hidroksiapatit dari limbah cangkang berupa granular-granular yang berukuran tidak seragam dan berpermukaan kasar. Hasil analisis XRD menunjukkan hidroksiapatit masih terdapat fase lain seperti CaCO3 dan Ca(OH)2.

Menurut Ajeng, meskipun kadar kalsium ketiga sampel berbeda-beda dan kadar kalsium pada keong bakau yang paling tinggi, namun hidroksiapatit dari cangkang kerang simping merupakan hidroksiapatit dengan karakteristik terbaik. “Ini karena pengotornya paling sedikit, ukuran partikelnya lebih kecil atau nano, dan karakteristik fisiknya paling baik.” Ajeng berharap hasil penelitiannya ini dapat memberikan alternatif biomaterial hidroksiapatit yang dihasilkan dari limbah cangkang. “Saya juga berharap penelitian ini dapat dikembangkan dan diaplikasikan lebih lanjut,” tutupnya. (NIRS/ris)