Guru Besar IPB Diseminasikan Inovasi melalui Posdaya
Institut Pertanian Bogor (IPB) telah dinobatkan sebagai kampus paling inovatif. Ada ratusan penemuan atau inovasi IPB yang telah mendapatkan penghargaan bahkan ada beberapa yang sudah dipatenkan. Namun baru sepuluh persen inovasi-inovasi tersebut yang sudah dimanfaatkan masyarakat. Demikian disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB, Prof. Dr. Ir. Pudji Muljono dalam Orasi Ilmiahnya yang digelar di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Dramaga, Bogor (20/1).
“Sepanjang 2008-2017, karya inovasi IPB mendominasi dibandingkan dengan kampus kampus lain. Inilah yang mendasari IPB semakin diakui sebagai kampus paling produktif dalam menghasilkan karya inovasi. Jika diakumulasikan jumlah inovasi IPB dari tahun 2008-2017 mencapai 407 dari 1.045 karya inovasi Indonesia. Artinya IPB berkontribusi sebesar 38,95 persen dalam menyumbang karya inovasi Indonesia paling prospektif. Dari sejumlah inovasi itu, baru sekira 10 persen yang berhasil dikomersialisasikan,” ujarnya.
Berdasarkan pangkalan data penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (PPM) tahun 2012-2016, hanya 3,83 persen inovasi yang bisa langsung didiseminasikan kepada masyarakat atau pengguna. Ini berarti hilirisasi masih perlu ditingkatkan.
“Tugas ilmuwan di Indonesia sekarang adalah bagaimana penemuan-penemuannya bisa dipakai masyarakat di seluruh Indonesia. Diseminasi hasil penelitian adalah suatu hal yang bagus. Mestinya ada tanggung jawab peneliti. Kalau hanya sekadar dapat kum agar bisa jadi profesor, honor atau paten yang dijual, ini nilainya kurang. Karena inovasi atau penemuan itu harus bisa dimanfaatkan sebanyak-banyaknya oleh masyarakat. Kementerian sudah melakukan berbagai upaya, seperti apa formula yang efektif agar hilirisasi hasil penelitian sampai ke masyarakat,” paparnya.
Salah satu cara hilirisasi inovasi yang dilakukan IPB adalah dengan membentuk Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Posdaya adalah forum silaturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan sekaligus dikembangkan sebagai wadah koordinasi kegiatan penguatan fungsi kekeluargaan secara terpadu.
Berdasarkan riset yang dilakukannya, dari 20 Posdaya di wilayah Bogor memperlihatkan bahwa kinerja Posdaya tergolong cukup baik. Namun, perlu dilakukan pembinaan lebih lanjut terhadap Posdaya yang masih lemah kinerjanya (kesekretariatan, kemitraan, pendidikan, ekonomi, kesehatan, maupun aspek lingkungan).
“Aspek kemitraan dengan pihak lain dan inovasi kemasan adalah yang paling lemah. Pendamping harus lebih banyak memfasilitasi,” terangnya.
Prof. Pudji dan tim melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap 15 Posdaya. Hasilnya 60 persen atau 9 unit Posdaya termasuk kategori Berdaya, 5 unit (33 persen) termasuk kategori cukup berdaya dan 1 unit (7 persen) termasuk kategori kurang berdaya. Indeks keberdayaan ekonomi Posdaya diduga dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya kinerja pendamping, dukungan perguruan tinggi pembina serta perhatian pemerintah daerah setempat.
Selain Posdaya, Prof. Pudji juga mengenalkan Kampus Desa, yakni program comunity college yang dirancang agar terjadi transfer ilmu dan teknologi atau diseminasi inovasi IPB ke masyarakat. Tujuannya untuk memberikan solusi permasalahan pertanian secara umum.
“IPB berkontribusi dalam penyediaan inovasi dan narasumber yang bertindak sebagai penyampai inovasi. Masyarakat tugasnya menyediakan tempat serta kesediaan waktu untuk hadir di pertemuan serta upaya penerapan inovasi yang sesuai. Pemda dan pengusaha berkontribusi dalam mendukung pelaksanaan kegiatan Kampus Desa sesuai potensi desa tersebut,” ujarnya. (zul)