Peneliti IPB Teliti Fermentasi Daun Mata Lele untuk Pakan Ikan Nila

Peneliti IPB Teliti Fermentasi Daun Mata Lele untuk Pakan Ikan Nila

peneliti-ipb-teliti-fermentasi-daun-mata-lele-untuk-pakan-ikan-nila-news
Riset

Pakan buatan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan, karena merupakan biaya variabel terbesar dalam proses produksi yakni 40 persen ?60 persen. Salah satu kendala dalam pembuatan pakan adalah ketersediaan bahan baku yang sebagian masih impor. Daun mata lele Azolla sp. merupakan tumbuhan air yang tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis, daun ini berpotensi digunakan sebagai bahan baku pelet herbal dan mempunyai kandungan nutrien yang baik meliputi (dalam berat kering) 10?25 persen protein, 10?15 persen mineral, dan 7?10 persen asam amino.

Oleh karenanya, tiga orang peneliti dari Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB), Nur Bambang Priyo Utomo, Nurfadhilah dan Julie Ekasari melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui pengaruh waktu fermentasi daun mata lele menggunakan kapang Trichoderma harzianum serta dosis optimal dalam pakan ikan nila.

“Kendala utama dalam pemanfaatan bahan nabati termasuk daun mata lele sebagai bahan baku pakan ikan adalah tingginya kandungan serat kasar dan adanya kandungan zat antinutrisi serta komposisi asam amino yang berbeda dengan bahan baku protein hewani. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan teknologi fermentasi,” tutur Nur.

Tahap pertama yang dilakukan peneliti ini adalah proses fermentasi daun mata lele untuk mengetahui waktu terbaik yang dapat menurunkan kandungan serat kasar daun mata lele. Proses fermentasi tepung daun mata lele dilakukan selama dua, enam, delapan, dan sepuluh hari (AF2, AF6, AF8, AF10).

“Tepung daun mata lele dicampur dengan onggok 4:1, kemudian ditambah air sebanyak 30 persen dan dikukus selama 30 menit, lalu inokulum T. harzianum ditambahkan sebanyak lima persen dari total bahan dan diinkubasi masing-masing selama dua, enam, delapan, dan sepuluh hari. Hasil fermentasi kemudian dikeringkan dalam oven 60 derajat celsius selama dua jam, lalu dibuat tepung kembali dan dianalisis proksimat,” ujarnya.

Dalam percobaannya peneliti ini menggunakan ikan nila Oreochromis sp. dengan bobot rata-rata 10,59 gram. Ikan nila ditebar pada akuarium berukuran 50×45×30 centimeter kubik dengan kepadatan sebanyak 6 ekor per akuarium. Ikan tersebut diberi makan dengan pelet komersial yang telah dilakukan repeletting dengan penambahan daun mata lele dengan tingkat suplementasi berbeda yaitu nol persen (A/kontrol), 30 persen (B), 60 persen (C), dan 90 persen (D). Ikan tersebut dipelihara selama 40 hari untuk melihat pertumbuhannya, peneliti ini juga melakukan pengumpulan feses untuk uji ketercernaan yang dilakukan selama 15 hari dimulai sejak hari keenam pemeliharaan.

Dari hasil penelitiannya tim ini menemukan bahwa tepung daun mata lele yang difermentasi selama dua hari (AF2) memiliki hasil yang paling baik diantara perlakuan lainnya yakni dengan penurunan serat kasar sebesar 37,19 persen dan peningkatan protein sebesar 38,65 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi dapat meningkatkan kualitas nutrisi daun mata lele serta dosis optimal pemanfaatan tepung daun mata lele fermentasi dalam pakan ikan nila adalah sebesar 30 persen.

“Perbedaan jumlah konsumsi pakan, palatabilitas serta ketercernaan protein antara perlakuan kontrol dan perlakuan pemanfaatan daun mata lele sebanyak 30 persen yang kurang dari 5 persen, menunjukkan bahwa suplementasi tepung daun mata lele fermentasi sebanyak 30 persen tidak memengaruhi nafsu makan ikan dan ketercernaan protein pakan, sehingga merupakan tingkat suplementasi optimum,” ungkapnya. (IRM/ris)