Peneliti IPB Prediksi Curah Hujan Indonesia di Masa Depan akan Menurun
Keragaman dan perubahan iklim memiliki dampak yang cukup besar terhadap sektor pertanian khususnya pada pemenuhan kebutuhan pangan. Peningkatan suhu udara secara global berdampak pada tingginya frekuensi kejadian hujan ekstrim di beberapa wilayah yang berdampak buruk pada produksi pertanian nasional. Keragaman iklim seperti El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) merupakan faktor iklim penting yang mempengaruhi variabilitas curah hujan di Indonesia. Fenomena tersebut juga berhubungan dengan variabilitas iklim inter-dekadal melalui modulasi osilasinya.
Untuk mengantisipasi dampak keragaman dan perubahan iklim tersebut perlu dilakukan penyusunan skenario perubahan iklim dengan menggunakan proyeksi model iklim jangka pendek. Oleh karena itu, dua orang peneliti yaitu Rahmat Hidayat dan Akhmad Faqih dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor (IPB), melakukan kajian terhadap keragaman iklim di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik keragaman curah hujan Indonesia di masa depan pada berbagai kondisi dan interaksi antara ENSO dan IOD berdasarkan data keluaran GCM CMIP5 untuk prediksi iklim dekadal (near-term) hingga tahun 2035. Peneliti ini menggunakan data curah hujan bulanan global dengan resolusi 5 x 5 km dari data Climate Hazards Group Infra-Red Precipitation with Stations (CHIRPS) untuk mewakili keragaman curah hujan historis di Indonesia. Hasilnya dapat digunakan sebagai data referensi untuk prediksi curah hujan di masa depan.
“Data curah hujan dan suhu permukaan laut saat ini dan masa depan telah dikoreksi biasnya sebelum digunakan untuk analisis. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi fenomena El Niño dan IOD positif yang terjadi bersamaan, curah hujan Indonesia di masa depan mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan pada kondisi fenomena yang sama di periode historis,” ujar Rahmat.
Secara umum, keragaman curah hujan Indonesia di masa depan memiliki respon berbeda terhadap berbagai kondisi ENSO, IOD dan kombinasi keduanya. Hasil analisis tersebut dapat menjadi pertimbangan oleh pengambil kebijakan untuk menyusun rekomendasi berupa opsi adaptasi seperti pola dan waktu tanam, pemilihan varietas yang tahan terhadap cekaman iklim, penanganan hama terkait iklim yang diperlukan untuk mendukung program ketahanan pangan nasional.(IR/Zul)