Guru Besar IPB : Soal Cantrang, Perlu Pemetaan Wilayah Kelautan Indonesia

Guru Besar IPB : Soal Cantrang, Perlu Pemetaan Wilayah Kelautan Indonesia

guru-besar-ipb-soal-cantrang-perlu-pemetaan-wilayah-kelautan-indonesia-news
Riset

Pemerintah per 1 Januari 2107 resmi memberlakukan pelarangan 17 alat tangkap dan cantrang merupakan salah satu alat yang terdapat pada daftar tersebut. Pelarangan penggunaan cantrang terkait upaya menjaga kelestarian alam khususnya terumbu karang yang menjadi rumah bagi beberapa hewan laut dan juga sebagai salah satu tempat pemijahan ikan. Selain itu, cantrang tidak dapat memilah jenis dan umur ikan yang  ditangkap. Akibatnya ikan-ikan kecil yang seharusnya menjadi penerus keturunan berikutnya pun ikut terbawa. 

Dari sisi sosial banyak nelayan kecil yang tidak segan-segan menegur langsung para nelayan lain yang menggunakan alat tangkap skala besar. Apalagi mereka mengetahui nelayan-nelayan kecil kemungkinan besar memperoleh tangkapan ikan yang  lebih sedikit. Hal ini menimbulkan konflik antar nelayan pun semakin meningkat.

Dengan adanya pelarangan penggunaan alat tangkap ikan berupa cantrang tersebut banyak para nelayan skala besar yang merugi. Sebab mereka sudah mengeluarkan modal besar dengan membeli cantrang yang  harga alat tangkap sekitar Rp 800 juta. Pemerintah pun menegaskan tidak akan memberikan dana penggantian terkait pelarangan alat tangkap tersebut.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB), Prof. Dr.Ir Ari Purbayanto menerangkan, pelarangan alat tangkap cantrang  bukan solusi dalam optimalisasi pemanfaatan sumber daya laut, karena menghilangkan fungsi ekonomi dari sumber tersebut. Dengan adanya pelrangan ini produksi ikan di Indonesia menurun tajam.

“Mungkin pemerintah dapat menentukan kawasan mana saja yang dapat dijadikan salah satu wilayah laut yang dapat menggunakan alat cantrang, karena tidak sleuruh wilayah laut di Indonesia menjadi rusak ketika menggunakan alat tersebut. Perlu dilakukan pemetaan  wilayah kelautan Indonesia yang lebih detail,” tambahnya.

Pemerintah waktu selama enam bulan bagi seluruh nelayan untuk merubah alat tangkap yang sebelumnya dilarang menjadi alat tangkap yang lebih ramah lingkungan, akan tetapi hingga saat ini penggantian alat tersebut belum terlaksana dengan baik dan terkesan memberatkan nelayan lainnya. (GG/ris)