Guru Besar IPB: Tiga Pilar Konservasi Hutan untuk Keberlanjutan
Konservasi didefinisikan sebagai pemanfaatan sumber daya hayati secara optimal dan berkelanjutan. Akan tetapi dalam pemanfaatan suatu sumberdaya terkadang sering terdengar kontradiktif terhadap isu kelestarian. Oleh karena itu perlu penekanan lestari harus terwujud dalam arti eksistensinya sepanjang jaman.
“Bunga diambil bunganya saja tidak masalah, tanaman obat diambil daunnya saja atau bunganya atau buahnya tidak masalah, meskipun harus membunuh karena ia merupakan individu yang dalam bahasa produktifitas sudah tidak produktif lagi atau untuk menyeimbangkan sex rasio,” kata Guru Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanain Bogor (Fahutan IPB), Prof. Dr.Yanto Santosa. Prof. Yanto mencontohkan rusa sex rasionya satu berbanding lima, kelahiran jantan dan betina sama sehingga sex rasio di alam 1:1. Padahal idealnya 1:5 maka berarti ada empat jantan harus dipanen agar keseimbangan sex rasio di alam tercapai. “Jadi kalau kita mau pikirkan dengan cermat Tuhan itu luar biasa memberi untuk dimanfaatkan. Tuhan tidak bilang jangan jangan jangan! Tetapi semua yang Aku ciptakan agar dimanfaatkan dengan bijaksana. Persoalannya manusia serakah, itu persoalan inti. Jadi kalau lestari atau berkelanjutan artinya eksistensinya ada sepanjang jaman,” jelas Prof. Yanto.
Pemanfaatan sumberdaya alam merupakan hal penting untuk diketahui batas pemanfaatannya sehingga alam tidak rusak. Penting mempertimbangkan nilai mana yang akan dimanfaatkan secara optimal. Seperti rusa misalnya, dapat dimanfaatkan tanduknya, burung walet sarangnya yang berasal dari air liurnya dapat dimanfaatkan dan bernilai puluhan juta.
Konservasi berkaitan erat dengan pembangungan berkelanjutan. Dalam konsepnya pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar aspek yaitu aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Guru Besar dari Laboratorium Ekologi Satwa Liar IPB ini menjelaskan dalam aspek ekologi, pembangunan yang dilakukan jangan sampai mengganggu keseimbangan alam. Kejadian bencana seperti banjir, longsor dan kekeringan merupakan gejala bahwa alam sudah tidak seimbang. Dalam aspek ekonomi, pembangunan harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan kesejahteraan segelintir orang. Dalam aspek sosial, masyarakat harus ditempatkan sebagai subjek pembangunan yang memiliki peran utama sehingga dapat meniadakan ataupun meminimalisir pengangguran.
“Oleh karena itu, bagaimana sekarang ketiga aspek dari pembangunan ini kita harus jaga. Tidak hanya ekonomi yang diperhatikan. Buktinya tingkat ekonomi tinggi merusak lingkungan, ekonomi tinggi malah membuat tataran sosial hancur yang akhirnya kontraproduktif. Jadi kalau kita bicara tentang pentingnya konservasi, sebetulnya harusnya semua aspek kehidupan itu prinsip dasarnya konservasi,” lanjutnya. Minyak sudah mau habis harusnya cari pengganti yakni disubtitusi minyak sawit, minyak kelapa, biofuel sudah terbuka. Artinya ke depan semua energi yang dapat diperbaharui menjadi tumpuan dan itu perlu konservasi. “Gigi saja perlu konservasi sekarang. Zaman dulu dokter gigi tidak mau ambil alih, pusing langsung cabut. Sekarang dia konservasi. Yang masih setengah dia konservasi, dipertahankan karena gigi baru tidak selalu lebih nyaman dari pada gigi yang dicabut,” ujarnya. (IRM/ris)