Guru Besar IPB: Beban Penyakit Bawaan Pangan Sebanding dengan Penyakit Menular
Setiap tahunnya 600 juta orang sakit dan 420.000 kematian di dunia akibat pangan berbahaya. Foodborne Disease Burden Epidemiology Reference Group (FERG) yang dibentuk oleh World Health Organization (WHO) menyimpulkan bahwa ada 31 jenis bahaya keamanan pangan yang paling banyak menyebabkan kejadian luar biasa (KLB).
Bahaya mikrobiologi pada pangan yang terdiri dari bakteri, kapang penghasil toksin, virus, protozoa maupun sista cacing dapat menyebabkan penyakit, turunnya kualitas hidup dan bahkan kematian. Patogen bawaan pangan (foodborne pathogen) di atas juga berdampak pada hilangnya perdagangan, penolakan ekspor, kehilangan devisa, rendahnya tingkat kepercayaan terhadap industri, lembaga maupun pemerintah di mata internasional.
Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof.Dr. Ratih Dewanti dalam Orasi Ilmiah-nya yang berjudul “Pendekatan Pasangan Pangan-Patogen untuk Membangun Keamanan Pangan di Indonesia”.
Dalam orasinya yang digelar di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Dramaga Bogor (9/4), Prof. Ratih mengatakan Kajian FERG WHO ini menempatkan posisi Indonesia bersama-sama dengan Thailand dan Srilanka pada urutan ke-4 wilayah dengan beban keamanan.
Sekitar 40 persen dari beban penyakit bawaan pangan terjadi pada anak umur di bawah lima tahun. Penyakit bawaan pangan terbanyak disebabkan oleh kelompok penyebab diare terutama Norovirus, Campylobacter spp, dan Salmonella enterica bukan-tifus. Bakteri patogen Escherichia coli enteropatogenik, E. Coli enterotoksigenik and Vibrio cholerae dominan di wilayah berpenghasilan rendah, sementara Campylobacter spp. adalah patogen penting di wilayah berpenghasilan tinggi.
Ia menjelaskan, beban karena penyakit bawaan pangan sebesar 33 juta DALYs (Disability Adjusted Lost Years) atau tahun yang hilang ini sebanding dengan beban tiga besar penyakit menular yakni malaria 55 juta DALYs, tuberkulosis 44 juta DALYs dan HIV/AIDS 92 juta DALYs.
Pekerjaan rumah untuk meningkatkan keamanan pangan di Indonesia, khususnya keamanan mikrobiologi, sangatlah besar. Tanpa ada data yang memadai tentang jenis patogen penting penyebab penyakit bawaan pangan, frekuensi isolasinya dalam pangan, dosis atau konsentrasinya pada jenis pangan maka kesimpulan yang diambil dan prosedur penanganan yang diusulkan cenderung bersifat generik saja. Misalnya upaya generik peningkatan sanitasi dan higiene.
“Sebagai pencegahan, sanitasi dan higiene tentu mutlak dan penting, namun seharusnya hal tersebut hanyalah menjadi prasyarat bagi suatu fasilitas produksi pangan untuk bisa mulai beroperasi. Perlu dilakukan pengendalian dengan pendekatan spesifik tentang patogen yang relevan pada pangan tertentu. Patogen bawaan pangan itu bisa berperilaku berbeda pada jenis pangan yang berbeda,” terangnya. (zul)