Guru Besar IPB: Waspada, Perilaku Nyamuk Aedes aegypti

Guru Besar IPB: Waspada, Perilaku Nyamuk Aedes aegypti

Prof-Upik
Riset

Setiap memasuki musim hujan, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu menyerang manusia. Vektor DBD adalah nyamuk Aedes aegypti dan Ae. Albopictus. Larva Aedes aegypti yang semula hanya menempati habitat domestik, terutama penampungan air bersih di dalam rumah, kini mampu berkembang di wadah air yang mengandung polutan.

 

“Pergeseran populasi nyamuk juga terjadi. Pada tahun 1990, Komplek IPB Darmaga dihuni oleh Ae albopictus, tetapi tahun 2002 hingga sekarang sudah didominasi oleh Ae. Aegypti. Kini keduanya berperan sebagai vektor primer dan sekunder DBD,” ujar Prof.Dr.drh. Upik Kesumawati, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) dalam jumpa pers pra orasi di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (17/3).

 

Perubahan perilaku mengisap darah juga terjadi pada Ae. Aegypti yang semula aktif di siang hari (diural), kini ia juga aktif di malam hari (noktural). Nyamuk ini juga mudah terusik, mampu berpindah-pindah dari satu orang ke orang lain dan menjadi vektor yang efisien dalam meningkatkan risiko penularan DBD.

 

Menurutnya, sebagai hewan oikilotermik, kehidupan Ae. aegypti dipengaruhi oleh iklim. Jika suhu meningkat maka nyamuk dapat hidup lebih aktif dan menularkan virus DBD dengan lebih cepat. Masa inkubasi ekstrinsik virus DBD dalam tubuh Ae. aegypti menjadi lebih pendek dan perkembangbiakan nyamuk lebih cepat.

 

“Gaya hidup manusia modern saat ini banyak menciptakan habitat bagi nyamuk Aedes. Hasil riset kami di delapan lokasi menunjukkan angka bebas jentik 17,8-88,5 persen. Artinya peluang terjadinya transmisi penyakit masih besar. Angka bebas jentik harus di atas 95 persen,” terangnya.

 

Riset yang dilakukan tahun 2014-2015 di Kota Bogor menunjukkan bahwa Ae. aegypti dari 35 kelurahan (35 galur) telah resisten terhadap tiga golongan insektisida yang umum digunakan. Galur nyamuk yang resisten terhadap malation (golongan organofosfat) sebanyak 74 persen. Galur nyamuk yang resisten terhadap bendiokarb (golongan organokarbamat) sebanyak 63 persen. Galur nyamuk yang resisten terhadap deltametrin (golongan piretroid sintetik) sebanyak 86 persen. Dan sebanyak 80 persen galur berstatus resisten ganda (terhadap lebih dari satu golongan insektisida).

 

“Dinas Kesehatan Kota Bogor harus berhati-hati dalam menentukan insektisida yang akan digunakan untuk pengendalian vektor di daerah-daerah yang sudah toleran dan resisten. Tersedianya peta resistensi di suatu daerah dapat membantu dinas terkait dalam melakukan pengendalian vektor demam berdarah di lapangan,” ujarnya. (zul)