Gairahkan Ilmu Ekonomi Syariah, Mahasiswa IPB Juara 1 Kompetisi Essay Nasional

Gairahkan Ilmu Ekonomi Syariah, Mahasiswa IPB Juara 1 Kompetisi Essay Nasional

gairahkan-ilmu-ekonomi-syariah-mahasiswa-ipb-juara-1-kompetisi-essay-nasional-news
Prestasi

Adi Pujianto, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil meraih Juara 1 dalam Kompetisi Essay Nasional Focel (Forkeis Celebration) 7 th di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Kegiatan Forkeis Celebration ini merupakan kegiatan dalam memperingati ulang tahun ketujuh Forum Kajian Ekonomi Syariah (FORKES) UIN Alauddin Makasar. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi seminar dan lomba karya tulis essay. Acara ini bertujuan menghidupkan gairah ekonomi syariah di Indonesia.

“Kalau dilihat dari latar belakangnya, Forkeis yang diadakan UIN Alauddin Makasar ini untuk menggairahkan ekonomi syariah di Indonesia khususnya pada perbankan Islam. Ditargetkan pertumbuhan aset perbankan syariah pada 2010 lebih dari 5 persen tapi ternyata sampai 2017 belum sampai 5 persen pangsa pasar atau asetnya dari total aset dari perbankan di Indonesia. Untuk menggairahkan ekonomi syariah, selain dunia perbankan, dunia asuransi dan lembaga keuangan syariah non bank lainnya maka diadakanlah Forkeis tersebut,” tutur Adi.

Mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB ini mengangkatsociopreneur dengan akad salam dalam tulisannya berjudul Integrasi “Solam” (Sociopreneur Akad Salam) dan LKS (Lembaga Keuangan Syariah) dalam Jual Beli Salam sebagai Alternatif Pemberdayaan dan Peningkatan Usaha Masyarakat Tani.

Solam merupakan wirausaha sosial yang memberdayakan sekaligus membeli hasil pertanian para petani menggunakan akad salam yang kemudian didistribusikan dan dipasarkan kepada konsumen. Solam merupakan suatu wirausaha sosial yang dibentuk dari kombinasi konsep sociopreneur dan pembiayaan akad salam yang banyak diterapkan oleh lembaga keuangan syariah khususnya BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) dan perbankan syariah. Dalam prakteknya Solam melakukan bisnis dengan masyarakat tani sekaligus memberdayakan dan membimbing para petani dalam menjalankan usahanya.

“Solam sendiri lebih ke sociopreneur yang mengedepankan aspek sosial dalam hal ini cenderung ke pemberdayaan masyarakat. Sementara akad salam yaitu salah satu produk perbankan syariah maupun lembaga keuangan nonbank lebih fokus pada pembiayaan sektor pertanian. Sayangnya karena sektor pertanian memiliki risiko yang besar sampai sekarang akad salam di bank Indonesia masih nol, karena perbankan syariah tidak berani mengambil risiko. Padahal perbankan syariah atau keuangan ekonomi syariah sendiri itu sektor riil yang sangat dinanti dalam mengembangkan ekonomi masyarakat,” tutur Adi.

Mahasiswa semester akhir ini mencontohkan akad salam. Misalnya perbankan pesan barang ke petani misal jagung 20 ton, tapi dari awal sebelum produksi jagung pihak perbankan sudah mengirim uang. “Pak saya butuh jagung 20 ton uangnya saya kasih dulu tapi kriteria barang seperti ini, jika tidak seperti ini nanti ada kompensasi begitu.” Transaksi seperti ini banyak risikonya akhirnya tidak jalan-jalan (akad salam), bahkan sampai sekarang masih nol (akad salam). “Saya punya ide bagaimana meminimalisir risiko tersebut. Caranya ada pihak ketiga antara petani dan lembaga keuangan yaitu sociopreneur, tapi di sini ditambahi akad salam. Sociopreneur di sini memberdayakan masyarakat tani agar dapat memproduksi pesanan sesuai dengan bank dan mengelola petani agar kualitas produksinya sesuai dengan harapan, sehingga risiko gagal produksi atau masalah kualitas bisa diminimalisir,”jelas Adi.

Lebih lanjut Adi menjelaskan mengenai idenya. Menurutnya, akad salamnya ada dua, pertama antara perbankan atau BMT ke sociopreneur berupa barang dan sociopreneur nanti ke masyarakat. Sociopreneur mengambil untungnya dari margin saja, tapi yang lebih diuntungkan di sini petani. Lembaga keuangan itu memesan barang, barang belum ada namun spesifikasi kualitasnya sudah jelas. Seperti ijon tapi ijon kualitas barangnya tidak jelas tapi kalau akad salam ini spesifikasi barangnya jelas, kualitasnya jelas dan kuantitasnya jelas. Kalau ijon, kata Adi, hukumnya itu tidak boleh karena  gharar (tidak jelas). Di sini ada kesepakatan sociopreneur akan jadi langganan atau konsumen tetap perbankan. “ Dalam hal ini sociopreneur  harus memberi feedback ke lembaga keuangan bahwa akad salam-nya berkembang, dulu kan akad salam tidak diterapkan, dengan adanya sociopreneur tersebut  diharapkan akad salam mulai diterapkan lagi,” tuturnya.

Dari ratusan essay yang masuk panitia, terpilih tujuh peserta dengan essay terbaik, salah satunya dari IPB dan dinobatkan sebagai yang terbaik (Peringkat I). (IRM/ris)