Prof Hefni Effendi Membersamai PHE ONWJ dan DLH Provinsi Jawa Barat Rayakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia
Setiap tanggal 5 Juni, umat manusia yang peduli terhadap lingkungan di seantero jagat ini merayakan Hari Lingkungan Hidup dengan menggelar berbagai event. Perayaan tersebut didedikasikan untuk menjaga kelestarian fungsi dan jasa lingkungan hidup.
Tahun ini United Nations Environment Programme (UNEP) mengusung tema ‘Beat Plastic Pollution’ dalam perayaan Hari Lingkungan Hidup. Setiap tahun tema ditentukan berdasarkan isu yang tengah hangat dan tren pada saat itu. Tentu saja setiap negara akan rayakan Hari Lingkungan Hidup sesuai dengan prioritas masing-masing, mengacu pada tema yang dicanangkan secara global tersebut.
“Plastik salah satu bahan sintetik yang digunakan di mana-mana saat ini. Ketika kita berada di remote area, baik di ekosistem terestrial dan ekosistem laut, kita tak luput dari perjumpaan dengan sampah plastik. Permasalahan plastik ini tak hanya terjadi secara spasial (ruang), tetapi juga secara temporal (waktu) yang berbeda. Jadi di mana saja dan kapan saja, kita akan jumpai plastik sebagai onggokan sampah,” tutur Prof Hefni Effendi, Guru Besar IPB University.
Sebagai bagian dari komunitas global yang peduli terhadap kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam, Indonesia pun turut merayakan Hari Lingkungan Hidup yang dipusatkan di lokasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang diselenggarakan secara luring dan daring. Demikian pula di hampir seluruh provinsi Indonesia diadakan perayaan secara serentak.
Untuk Provinsi Jawa Barat, perayaan Hari Lingkungan Hidup dipusatkan di Pusat Restorasi Pembelajaran, Ekowisata Mangrove Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang pada pertengahan Juni ini.
Lokasi ini dipilih karena kegiatan rehabilitasi mangrove di tempat ini dianggap memperlihatkan hasil positif yang signifikan. Di sisi lain, lokasi ini dijadikan sebagai tempat wisata pantai yang cukup digemari oleh pengunjung.
Aksi rehabilitasi dan pemeliharaan mangrove di sini merupakan kolaborasi jangka panjang antara PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) dan kelompok masyarakat sekitar, di bawah pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Karawang, DLH Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Karawang dan DKP Provinsi Jawa Barat.
Perayaan Hari Lingkungan Hidup di Karawang digagas oleh PHE ONWJ bekerja sama dengan DLH Provinsi Jawa Barat dan instansi pemerintah lainnya. Dalam pelaksanaannya juga melibatkan tim peneliti dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University.
Prof Hefni Effendi sebagai ketua rombongan tim IPB University ke perayaan Hari Lingkungan Hidup ini mengungkapkan bahwa kolaborasi PPLH IPB University dengan PHE ONWJ telah lama terjalin. Sinergi tersebut mencakup berbagai hal terkait pengelolaan lingkungan di pantai utara Jawa Barat di sekitar lokasi PHE ONWJ melaksanakan kegiatan operasional eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas (migas) di offshore.
“Melengkapi penanaman mangrove yang sudah banyak dilakukan di lokasi ini sebelumnya oleh PHE ONWJ, ketika acara berlangsung secara simbolis juga ditanam sebanyak 1.000 mangrove dan tumbuhan associate mangrove berbagai jenis dalam rangka pengkayaan jumlah jenis dan jumlah individu tanaman,” ujar Prof Hefni.
Ia berharap, “Dengan adanya upaya penambahan jenis diharapkan akan terjadi pula peningkatan indeks keanekaragaman flora dan fauna di lokasi ini.” Aksi tersebut juga dilibatkan anak-anak sekolah dasar (SD) dan masyarakat di sekitar lokasi bersama-sama melakukan beach clean up dengan mengumpulkan sampah organik dan anorganik.
Prof Hefni juga mengemukakan bahwa upaya rehabilitasi lingkungan sebaiknya berbasis bottom up. Aspirasi untuk menjaga lingkungan dan merehabilitasi lingkungan seyogyanya muncul dari masyarakat yang bermukim di sekitar lahan yang terdegradasi tersebut.
“Manakala aspirasi itu muncul dari masyarakat, maka akan muncul pula hasrat (passion) untuk melakukan aksi secara mandiri dan merawatnya. Sense of ownership pun juga akan terpelihara,” kata Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University ini.
Selanjutnya, lanjut dia, aksi yang berbasis kemandirian inilah yang semestinya disokong oleh korporasi dan diawasi oleh pemerintah dalam pelaksanaannya. Akademisi masuk ke dalam kolaborasi ini melalui pendampingan teknis mulai dari perencanaan, operasional dan pemantauan proses rehabilitasi.
“Ketika pilar dasar pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam rehabilitasi dan pemeliharaan mangrove ini berperan masing-masing dengan baik, maka niscaya upaya rehabilitasi mangrove yang terdegradasi oleh akibat alam atau akibat antropogenik, akan membuahkan manisnya keberhasilan,” tandas Prof Hefni. (HEF/Rz)