Kupas Tuntas ChatGPT, Kemajuan Teknologi atau Ancaman? Ini Tanggapan Guru Besar IPB University
ChatGPT adalah salah satu perkembangan teknologi yang sedang hangat diperbincangkan dan populer di kalangan umum dan akademisi. Teknologi ini terbilang inovatif dan sangat revolusioner saat ini.
ChatGPT dibangun oleh Open AI, salah satu teknologi artificial intelligence (AI) paling canggih dalam memahami bahasa manusia dengan menggunakan teknologi deep learning. Sejak diperkenalkan tahun 2020 lalu, jawaban yang diterima oleh masyarakat dunia sangat responsif. Namun seiring dengan itu, muncul tantangan dan dampak negatif yang dikhawatirkan. Misalnya terkait keamanan dan privasi data.
Mengupas lebih lanjut terkait ChatGPT dan AI, Grup Riset Blockchain, Robotics, and Artificial Intelligence Networks (BRAIN) IPB University, Pusat Artificial Intelligence Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Forum Mahasiswa Pascasarjana Teknik Industri Pertanian IPB University menggelar Webinar Brain Series ke-5 dengan tema ‘Mengupas Tuntas ChatGPT dan Artificial Intelligence Masa Depan’, (25/02).
“Teknologi ChatGPT dapat dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan namun harus dikembangkan dengan cara yang etis, bertanggung jawab dan berkelanjutan. Kita harus bisa menentukan arah dan cara pemanfaatan AI dan ChatGPT agar menghasilkan manfaat sebesar-besarnya demi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) bagi masyarakat,” ujar Prof Anuraga Jayanegara, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University.
Prof Yandra Arkeman, Guru Besar Teknik Industri Pertanian dan peneliti BRAIN IPB University menjelaskan, kebenaran output chatGPT bergantung kepada kebaruan fakta. Kesahihan aturannya juga bergantung pada learning model yang digunakan para ahli AI. Sehingga masih perlu justifikasi dari manusia.
“Saat ini ChatGPT masih belum terhubung dengan internet. Jika sudah, maka kemampuan memperbaharui fakta dan aturan akan lebih cepat bahkan bisa melebihi kemampuan manusia, hal ini yang perlu diwaspadai,” terangnya.
Penggunaan ChatGPT, ia melanjutkan, harus dilakukan secara bijak agar tidak terjadi kekacauan dalam kehidupan manusia. Kemampuan manusia harus tetap lebih diunggulkan daripada mesin cerdas. Ilmuwan AI dapat berperan dalam diskusi penentuan kemajuan AI ke arah yang benar.
Menurutnya, sudah ada upaya global untuk mengatur penggunaan teknologi AI, termasuk ChatGPT. Beberapa negara bahkan sudah memiliki undang-undang yang mengatur penggunaan AI dan perlindungan privasi.
“Fatwa halal bisa dilakukan oleh chatGPT namun hasilnya perlu diverifikasi oleh ulama (MUI). Oleh sebab itu kita harus membuat mesin sendiri yang lebih cerdas dari ChatGPT. Mesin ini nanti akan bisa diintegrasikan dengan sistem informasi halal yang ada di pemerintahan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, imbuhnya, penggunaan teknologi digital maju seperti AI dan blockchain sudah menjadi keniscayaan untuk sistem informasi halal di Indonesia. Namun demikian, manusia harus tetap menjadi tuan dari mesin cerdas tersebut. Ditetapkan juga regulasi global dan nasional dalam penggunaannya. “Regulasi ini seharusnya hadir lebih cepat daripada pengembangan teknologinya. Sebelum teknologi hadir, regulasi sudah ada,” tambahnya.
Dalam acara ini, Dr Eng Ayu Purwarianti, Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika dan Kepala Pusat Artificial Intelligence ITB sebagai narasumber kedua turut menjelaskan terkait mekanisme dan cara pemahaman ChatGPT. (MW/Zul)