Taufiq Ismail, Penulis Sajak Legendaris Bergelar Dokter Hewan Lulusan IPB

Bukan hanya kemampuan akademik yang dapat diasah oleh para mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor (IPB) ataupun perguruan tinggi lain tapi juga minat dan potensi yang dimiliki. Seorang mahasiswa yang memutuskan mengambil studi di bidang tertentu, bisa saja memiliki minat dan bakat yang sama sekali tidak berhubungan dengan bidang yang dipelajarinya. Hal ini tentu menjadi nilai positif baginya ketika ia dapat mengasah potensinya sekaligus menyeimbangkan dengan hardskill- nya. Taufiq Ismail merupakan sosok penulis dan penyair yang dikenal dengan baik di Indonesia. Siapa sangka bahwa ternyata ia menuntaskan studinya di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan yang sekarang menjadi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB.
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1963 dan besar di Pekalongan. Ia lulus dari FKH IPB tahun 1963 dan ikut menjadi tenaga pengajar di IPB. Penyair yang banyak menulis lirik untuk lagu-lagu Bimbo ini meskipun lebih konsen pada minat dan bakatnya di bidang seni, namun gelar dokter hewan IPB sangat lekat dalam dirinya. Taufiq Ismail memiliki produktivitas yang tinggi dalam menghasilkan berbagai karya. Beberapa karya miliknya antara lain Tirani – Birpen KAMI Pusat (1966), Benteng – Litera (1966), dan Buku Tamu Musium Perjuangan – Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972). Dalam setiap karyanya, ciri khas Taufiq Ismail selalu muncul yakni puisinya penuh dengan imaji-imaji yang teliti yang menunjukan bahwa ia seorang pengamat yang peka.
Salah satu puisi Taufiq Ismail yang meninggalkan kesan mendalam ialah puisi yang dibuatnya untuk sahabatnya, Antua M. Kasim Arifin, mahasiswa IPB yang mengabdikan diri di Waimital selama belasan tahun untuk membangun dan memajukan pertanian. Taufiq Ismail menyebutnya sebagai “Syair untuk Seorang Petani dari Waimital, Pulau Seram, yang pada Hari Ini Pulang ke Almamaternya,”. Selama di bangku kuliah, Taufiq Ismail merupakan mahasiswa yang aktif. Ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962). Setelah lulus, ia mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964).
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990), dan selama menjalankan berbagai profesi, ia tetap aktif menulis dan membaca puisi. “Saya merasa lebih dekat dengan Allah bila bersajak”, ujarnya. Taufiq Ismail sempat mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat dan belajar di Faculty of Language and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993.
Berbagai puisi dilahirkannya sejak tahun 1974 yakni ‘Sajak Ladang Jagung’ (1974) hingga ‘Dari Fansuri ke Handayani’ di tahun 2001). Beberapa penghargaan juga pernah didapatkannya seperti Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994), Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999), dan Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003).(NRA)