Pengaruh Kapasitas Manajemen Kewirausahan dalam Membentuk Kinerja Pemerintah di Daerah

Pengaruh Kapasitas Manajemen Kewirausahan dalam Membentuk Kinerja Pemerintah di Daerah

Berita

Ceramah Tamu: Ir. Fadel Muhammad, Gubernur Gorontalo, di Gedung Program Manajemen dan Bisnis (ProMB – IPB) , (2/5), Bogor.

Kinerja menjadi tujuan utama manajemen publik. Reformasi administrasi publik yang terjadi selama dua puluh lima tahun belakangan ini fokus pada konsep kinerja dan efektivitas. Gerakan pembaharuan administrasi publik baik yang disebut New Public Management (NPM) atau reinvention adalah upaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja (Moynihan and Pandey, 2003).

Pada pertengahan hingga akhir sembilanpuluhan berkembang pemikiran tentang pentingnya kinerja pemerintahan di kalangan akademisi maupun praktisi. Michel Porter dengan bukunya ”The Competitive Advantage” memperkenalkan konsep tentang keunggulan bersaing. Kinerja pemerintah yang meningkat dipandang seabagai competitive advantage bagi kinerja perekonomian suatu Daerah/Negara dan diyakini akan meningkatkan kinerja masyarakat.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat telah lama menaruh perhatian terhadap pentingnya kinerja. Pada pemerintahan Clinton tahun 1992 dibentuk National Performance Review, semacam tinjauan akhir tahun yang memfokuskan pada penilaian dan evaluasi sampai seberapa jauh capaian kinerja pemerintah. Kemudian pada tahun 1993 dikelarkan peraturan yang dikenal dengan Government Performance Act and Result.

Kinerja dan pengukurannya dari waktu ke waktu mengalami pergeseran. Sebelumnya kinerja difokuskan pada pengelolaan input secara benar, efesiensi dan efektivitas. Sekarang ini telah bergeser menuju tataran yang lebih maju yaitu berorientasi pada outcome. Tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap kualitas pelayanan publik dan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah telah memicu bergesernya orientasi pengukuran kinerja. Kinerja tidak lagi semata-mata difokuskan pada aspek efesiensi dan efektivitas tetapi telah masuk ke wilayah outcome yaitu dampak dari suatu kinerja.
Indikator kualitas hidup menjadi indicator utama kinerja pemerintah. Human Development Index (HDI) adalah ukuran kinerja yang diakui dunia dan dipraktekkan sebagai ukuran kinerja. Seyogyanya pemerintah daerah di Indonesia juga harus peka terhadap HDI. Saat ini Daerah lebih bangga dengan PDRB dan GNP per kapita yang besar. Padahal PDRB dan GNP tidak menggambarkan kemakmuran masyarakat yang sesungguhnya. HDI lebih adil sebagai ukuran capaian prestasi pemerintah.

Pemerintah Daerah yang mampu memajukan daerahnya biasanya diikuti dengan HDI yang tinggi. HDI yang tinggi selalu berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat. Kami mengambil kasus HDI di Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2002 HDI Provinsi Gorontalo menempati peringkat 26 dari 30 provinsi yang ada di Indonesia. Di bawah Jawa Timur (peringkat 25) di atas NTT, NTB, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Papua. Untuk ranking HDI tingkat kabupaten/kota tahun 2002, Kota Gorontalo menempati ranking 112 (HDI 66,7), Kabupaten Gorontalo 215 (HDI 64,7), Kabupaten Boalemo 246 (63,9). Dibandingkan dengan HDI Nasional sebesar 65,8 hanya Kota Gorontalo yang telah melampaui HDI Nasional. Ini artinya semua pemerintah daerah di provinsi Gorontalo sudah tidak bisa ditawar lagi harus meningkatkan kinerjanya dan dapat diukur lewat outcome.

Apa dampak dari suatu kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap masyarakat. Berapa banyak lapangan kerja yang berhasil disediakan? Berapa banyak keluarga pra sejahtera dan sejahtera 1 yang dapat naik kelas menjadi keluarga sejahtera? Berapa besar peningkatan produktivitas hasil pertanian dan tingkat kesejahteraan petani? Berapa besar index gini di Gorontalo? Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah berkaitan dengan dampak atau outcome penyelenggaraan pemerintahan.

Tiga indicator HDI yaitu pendidikan, kesehatan, dan daya beli itu merepresentasikan keberhasilan pembangunan manusia yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Hasil kerja pemerintah daerah akan terlihat pada:

• Seberapa jauh tingkat pendidikan warganya?

• Seberapa tinggi tingkat kesehatan warganya?

• Seberapa besar daya beli warganya?

Jika pemerintah daerah tidak berhasil meningkatkan pendidikan, kesehatan dan daya beli masyrakatnya maka apa yang mereka lakukan tidak ada gunanya.

Pemahaman terhadap kinerja pemerintah daerah yang lebih baik dalam perspektif performance action (prestasi aksi) dan performance achievement (prestasi hasil) (Dubnick 2003) diperlukan agar pemerintah daerah memanfaatkan kompetensinya untuk mencapai produktivitas. Adanya kompetensi dan produktivitas akan memungkinkan pemerintah daerah mampu untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang paling fundamental yaitu: (1)Kebutuhan dasar dan; (2) Kebutuhan pengembangan usaha masyarakat dapat dilakukan.

Tavits (2002) memaparkan bahwa kinerja pemerintah itu memiliki dua dimensi yaitu policy activism – suatu orientasi yang mengedepankan pada kebijakan kebijakan apa saja yang diambil dan bagaimana kaitannya dengan konstituen atau citizen dan administrative effectiveness – suatu orientasi yang mengedepankan pentingnya efektivitas administrative

Tipologi Kinerja Pemerintah menurut Tavits

Berdasarkan tipologi kinerja yang dibuat oleh Tavits dapat diduga sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia masih berada dalam kategori Unreformed Government mereka menjalankan pemerintahan as business as usual tidak memperhatikan efektivitas administrasi dan tidak mempunyai arah kebijakan yang jelas, hendak dibawa kemana rakyat didaerah yang dipimpinnya. Sementara yang hendak dituju adalah dynamic government pemerintah yang memiliki kebijakan jelas dan administrasi penyelenggaraan pemerintahan yang efektif. Ini adalah pemerintahan yang ideal. Skenario yang paling memungkinkan adalah mengarahkan kinerja pemerintah daerah yang ada sekarang ini menuju ke pemerintahan yang efesien (efficient government). Ini dikenal dengan pemerintahan yang pelit yang tidak bisa menoleransi adanya kebocoran resources. Pemerintahan yang populis memang cenderung menyenangkan rakyat, kebijakan yang dibuat pro rakyat tapi untuk mengeksekusi kebijakan tersebut dibutuhkan resources yang sangat besar. Oleh karena itu target jangka menengah adalah mentransformasikan unreformed government menuju ke efficient government yang dalam jangka panjang akan sampai pada dynamic government. Oleh karena itu kualitas output dan outcome penyelenggaraan pemerintahan harus baik.

Anggaran Berbasis Kinerja alat untuk meningkatkan Kinerja Pemerintah Darah

Anggaran berbasis kinerja berpegang pada tiga prinsip yaitu Economy, Efficient, Effective.

• Economy – memperhatikan kepantasan penggunaan input. Misalnya: Dinas Kesehatan Kabupaten A untuk memberikan suatu pelayanan kesehatan kepada 1000 penduduk diperlukan 10 X input. Sedangkan rata-rata nasional input yang digunakan untuk melayani 1000 penduduk adalah 7 X. Dengan demikian dapata dikatakan bahwa Dinas Kesehatan A tidak ekonomis dibandingkan dengan rata-rata nasional.

• Efficient – membandingkan input atas output. Kabupaten A menggunakan 5X input untuk menghasilkan 10X output. Sementara Kabupaten B hanya menggunakan 3X input untuk menghasilkan 10X output maka kabupaten B lebih efesien dibandingkan dengan kabupaten A.

• Effective – yaitu membandingkan outcome atas output. Misal kabupaten A membangun pusat perbelanjaan senilai 500X berhasil menciptakan 500 lapangan kerja dan memberikan kontribusi pendapatan bagi daerah sebesar 100X. Sedangkan kabupaten B membangun saluran irigasi dan system pompanisasi senilai 250X telah berhasil mengairi sawah 2000 ha tanah pertanian dan menyediakan 2000 lapangan kerja serta memberikan kontribusi pendapatan bagi daerah sebesar 200X maka program kabupaten B lebih efektif.

Kinerja yang baik harus didukung oleh anggaran berbasis kinerja yang secara ketat memegang prinsip 3 E (ekonomis, efesien, dan efektif) dan berorientasi pada outcome (dampak).
Kinerja pemerintah daerah yang baik diyakini akan menghasilkan sesuatu yang dianggap bernilai tinggi oleh masyarakat (baik public goods maupun pelayanan). Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk mencapainya yaitu:

1. Menjalankan prinsip-prinsip high performance government (pemerintah yang berkinerja tinggi).

2. Mengembangkan kapabilitas.

Prinsip-prinsip high performance government adalah: fokus pada klien atau warganegara; berorientasi pada outcome; akuntabel; inovatif dan luwes; bersikap terbuka dan siap bekerjasama dengan siapa saja; penuh perhatian.

Kapabilitas yang perlu dikembangkan adalah mencakup: dibidang strategi dan pembuatan kebijakan; organisasi dan desain proses kerja; manajemen kinerja; menjalin kemitraan; kemampuan memasarkan dan menjalin hubungan dengan klien; procurement dan logistic; manejemen human capital; dan manajemen informasi.

Ini menuntut pemerintah daerah senantiasa mengalokasikan anggaran yang memadai untuk memberikan pelatihan yang berkesinambungan guna meningkatkan kapabilitas sumberdaya manusia supaya mampu menjalankan prinsip-prinsip bagi terwujudnya high performance government yang juga berarti public governance atau pemerintahan yang amanah.

Potret Kinerja Pemerintah Daerah kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo

Bagi Daerah yang sedang berkembang seperti Gorontalo peran Pemerintah Daerah sangat besar dalam memajukan Daerah. Pemerintah Daerah menguasai resources, pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan, sementara peran masyarakat dan swasta masih relative kecil. Jika pemerintah daerah tidak mampu mensinergikan ketiga komponen yaitu resources, kebijakan dan implementasi kebijakan maka tidak ada gunanya semua yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah daerah harus memiliki kesadaran terhadap pentingnya kinerja.
Jika saat ini sebagian besar pemerintah daerah yang ada di provinsi Gorontalo dinilai masih berada pada kategori unreformed government di mana belum memiliki kebijakan yang jelas dan administrasi pemerintahan yang belum efesien maka secara gradual harus dilakukan langkah-langkah pembaharuan setidaknya dimulai dari penataan administrasi agar kinerjanya semakin baik yang terukur baik dari aspek ekonomi, efesiensi dan efektivitas. Selain itu mulai merancang arah kebijakan pemerintah daerah, yaitu Rencana Stratejik Daerah yang dapat memenuhi akuntabilitas politik dan manajerial.

Sangat disadari Rencana Stratejik adalah sesuatu yang baru bagi daerah dan daerah belum memahami sepenuhnya makna renstra maka seringkali renstra tersebut lebih condong menjadi dokumen politik ketimbang “business plan” seperti yang kita kenal di dalam organisasi swasta. Dengan renstra yang mampu memenuhi akuntabilitas politik dan manajerial dan administrasi pemerintahan yang efektif maka transformasi dari unreformed government menuju dynamic government dapat dilakukan.

Pembenahan yang relative radikal yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Gorontalo terutama pada aspek kapasitas manajemen kewirausahaan telah menghasilkan suatu perubahanyang signifikan.

Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah dalam menerapkan kaidah-kaidah NPM terekam dalam sejumlah tindakan dan kebijakan semenjak tahun 2002 hingga sekarang. Tahun 2002 Provinsi Gorontalo berhasil menyusun Rencana Stratejik Daerah untuk diimplementasikan mulai dari tahun 2002 sampai dengan 2006. Pada tahun tersebut mulai dilakukan konsolidasi dan pencanangan tonggak gaya penyelenggaraan pemerintahan berorientasi pada New Public Management.

Pemerintah Provinsi Gorontalo mulai menerapkan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, mempelajari anggaran berbasis kinerja, merekrut tenaga kontrak sarjana strata 1 akuntansi untuk merintis pengadaan tenaga trampil bidang keuangan daerah. Ini dilakukan dengan meminta asistensi BPKP dan outsourcing dari pemerintah pusat agar kapasitas tenaga ahli bidang keuangan daerah memadai.

Hasil dari terobosan tersebut adalah pada tahun 2002 Provinsi Gorontalo berhasil menerbitkan Laporan Keuangan Tahunan yang diaudit oleh BPK setelah diajukan ke DPRD dan laporan keuangan tersebut mendapat kualifikasi Wajar Tanpa Syarat (WTP), selain itu Provinsi Gorontalo juga mulai melakukan restrukturisasi kelembagaan keuangan daerah.

Langkah yang dilakukan diawali dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Nomor 39 Tahun 2002 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah. Perda ini menetapkan bahwa laporan keuangan harus melampirkan:

– Perhitungan APBD

– Nota Perhitungan APBD

– Income Statement (Laporan rugi laba)

– Laporan aliran kas

Kemampuan Provinsi menerapkan anggaran berbasis kinerja (performance budgeting), dimana yang ditonjolkan dalam sisstem ini adalah bahwa dalam pelaksanaan keselurunan kegiatan pemerintahan (kinerja pemerintah daerah) harus dapat diukur dan dinilai dengan angka telah menarik Pemerintah Pusat dan menjadikan Gorontalo sebagai pilot proyek SKAD nasional. Pada tahun 2003 Pemerintah Provinsi Gorontalo sudah menerapkan anggaran berbasis kinerja sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No 59 Tahun 2004. Pada tahun 2005 Provinsi Gorontalo sudah mempublikasikan secara on line laporan keuangan daerah. Selain itu juga sudah menerapkan anggaran berbasis kinerja seperti yang diamanatkan oleh UU No 17 tahun 2003.

Untuk meningkatkan kapasitas SDM bidang keuangan dibuka pendidikan D 3 akuntansi Keuangan Daerah bekerjasama dengan STAN dan Departemen Keuangan. Pendidikan Ahli Keuangan Daerah angkatan pertama diikuti oleh 35 orang karyawan pemeriantah provinsi. Peningkatan SDM terus berlanjut pada tahun 2004 mulai dirintis pendidikan pasca sarjana Keuangan Daerah bekerjasama dengan Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Gadjah Mada. Angkatan pertama diikuti oleh 35 orang karyawan Pemerintah Provinsi.
Reformasi keuangan daerah dilanjutkan dengan melakukan reorganisasi unit-unit keuangan yang ada yang kemudian dilebur ke dalam Badan Keuangan Daerah. Pada tahun 2004 dilakukan penggabungan Biro Keuangan dan Dipenda menjadi Badan Keuangan Daerah yang berperan sebagai CFO (Chief Financial Officer) yang lazim dikenal di sektor swasta. Untuk meningkatkan kinerja daerah, para kepala dinas sebagai pengguna anggaran menandatangani kontrak kinerja karena mereka adalah Chief Operational Officer.

Pada tahun 2004 Provinsi Gorontalo menerapkan dan mengujicoba Tunjangan Kinerja Daerah yang diberikan kepada pegawai di lingkungan provinsi Gorontalo tanpa membebani anggaran. Untuk mendapatkan landasan akademis berkaitan dengan pelaksanaan Tunjangan Kinerja Daerah pada tahun 2005 dilakukan evaluasi dan dilakukan penelitian tentang uji coba instrument penilaian prestasi kerja pegawai Pemerintah Dearah Provinsi Gorontalo untuk menggantikan penilaian model DP3

Dalam upaya memangkas red tape dalam keuangan daerah, pemerintah Provinsi Gorontalo telah melakukan terobosan pada sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah. Mulai tahun 2003 mulai dilakukan langkah penyederhanaan system dan prosedur pengelolaan keuangan. Otorisasi pengeluaran keuangan dibagi berdasarkan besaran uang yang dikeluarkan. Jika pada tahun 2002 terdapat 33 tahapan untuk melakukan otorisasi pada tahun 2006 tinggal tiga tahapan.
Peningkatan kapasitas manajemen ini telah berhasil meningkatkan kinerja pemeritnah daerah dari perspektif indeks pembangunan manusia. Tabel dibawah ini adalah Output yang dihasilkan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam upaya meningkatkan kualitas pembangunan manusia melalui tiga bidang kegiatan yaitu ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Kinerja Pembangunan Manusia di Propinsi Gorontalo

Dalam bidang ekonomi kinerja pemerintah Provinsi Gorontalo menunjukkan perkemangan yang signifikan. Arah pemangunan Pemerintah Provinsi Gorontalo adalah menuju percepatan untuk mengejar ketertinggalan melalui stragi pembangunan yang bertumpu pada tiga bidang yaitu pertanian dengan platform pengembangan ekonomi jagung, perikanan dengan platform peningkatan jjumlah dan nilai ekonomi perikanan dan pembangunan sumber daya manusia.

Kinerja sector perikanan pemerintah Provinsi Gorontalo menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Pada tahun 2000 produksi ikan secara keseluruhan mencakup dari perairan tangkap, budidaya perairan laut dan tawar baru 20.712,40 ton. Pada tahun 2004 telah berkembang menjadi 43.286,60 ton, meningkat 109 persen dalam waktu lima tahun atau rata-rata setiap tahun sebesar hampir 22 persen. Nilai produksi ikan pada tahun 2004 di Gorontalo mencapai 43.286,60 ton setara dengan Rp 165.992.187.000.

Kebijakan pengembangan perikanan dan kelautan melalui sebelas model pengembangan perikanan dan kelautan berhasil melakukan perbaikan harga ikan dari Rp 4.880 per kilogram menjadi Rp 5.550 per kilogram atau meningkat sebesar 13,73 persen

Kinerja Pemerintahan yang Baik adalah komitmen pemerintah nasional
Semenjak diberlakukannya otonomi pada Januari 2001 pemerintah nasional mempunyai komitmen total agar kinerja pemerintah semakin baik. Oleh karena itu pemerintah daerah diberi keleluasan untuk mengatur dan mengurus dirinya secara lebih leluasa dan dilengkapi dengan instrument untuk melaksanakan otonomi daerah. Sadar akan kekurangan pada UU No 22 tahun 1999 bahwa kewenangan yang luas harus diikuti dengan tanggungjawab yang besar maka UU tersebut disempurnakan menjadi UU No 32 tahun 2004.

UU ini memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah agar dapat mewujudkan kesejahteraan masayarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Oleh karenanya pemerintah nasional juga menetapkan ketentuan agar Daerah berkinerja baik. Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila Daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, berarti juga tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik (Pasal 6 UU No 32 Th 2004).

Kinerja dan Pengukuran Kinerja saat ini masih belum dipahami secara merata oleh para penyelenggara pemerintahan di daerah. Pemerintah di daerah dijalankan ‘as business as usual’ sehingga resources yang sangat terbatas tidak dapat dimanfaatkan secara cermat sehingga memberi dampak optimum bagi masyarakat. Padahal dengan kewenangan yang sangat luas seperti yang ada pada pasal 13 dan pasal 14 UU No. 32 th 2004 Daerah diberi ruang untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi. Daerah dapat menggunakan pendekatan yang tidak konvensional seperti pendekatan New Public Management (NPM) melaksanakan kewenangan tersebut. Pendekatan Kewirausahaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat digunakan agar kinerja pemerintah daerah memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

Kecenderungan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerinatahan Daerah adalah overhead cost Pemerintah Daerah yang tinggi. Ini telah menyerap resources yang sangat terbatas untuk pembiayaan eksekutif dan legislative Daerah. Akibatnya tinggal sedikit resources yang tersisa untuk kegiatan pelayanan. Ini dapat dilihat pada belanja public yang tidak terlampau besar dibandingkan dengan belanja aparatur.

Rencana-rencana alokasi dana dalam APBD adalah cerminan Kebijakan Daerah. APBD sering disusun kurang transparan dan kurang aspiratif terhadap aspirasi masyarakat ehingga kurang mampu menghasilkan output (produk dan kebijakan), hasil (intermediate outcomes) dan dampak (final outcome) yang dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial dan ekonomi serta kurang mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Manajemen resources berupa penggunaan input dan pengelolaannya untuk menghasilkan output dan outcome masih belum mengedepankan inovasi dan kreativitas serta tidak fokus.

Kinerja pemerintahan dalam kenyataan selalu dilihat dari tiga sudut pandang yakni: (1) sudut pandang tradisi administrasi public (public administration tradition) – yang menekankan pada dua hal yaitu bagaimana kinerja itu dirumuskan dan bagaimana kinerja itu diukur; (2) sudut pandang pendapat umum (public opinion as base line), hasil akhir dari kinerja pemerintah adalah opini public. Publik yang akan menilai apakah yang telah dilakukan oleh pemerintah itu baik atau buruk tergantung pada public; (3) sudut pandang demokrasi (democratic performance). Kinerja pemerintah akan dilihat dari sisi seberapa besar efektivitas dan ketanggapan pemerintah terhadap isu-isu yang mengemuka di masyarakat dan biasanya bersifat jangka pendek. Kepekaan terhadap tuntutan konstituen dan efesiensi penggunaan resources untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah menentukan kualtias kinerja (Tavis, 2002).

Meskipun pemerintah telah menetapkan ukuran-ukuran kinerja yang jelas tetap saja masyarakat akan menilai apakah pemerintah tanggap terhadap isus-isu yang berkembang di masyarakat dan efesiensi penggunaan resources untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Oleh karena itu ke depan pemerintah daerah dituntut untuk lebih professional terutama dalam menerapkan NPM tetapi juga cerdas dalam membangun citra dirinya sehingga opini public yagn berkembang mengatakan bawha pemerintah berkinerja baik. Ini dapt dicapai jika pemerintah daerah mampu menunjukkan democratic performance yaitu sejauh mana kepekaan pemerintah derah terhadap permintaan konstituen dan efesiensi penggunaan resources untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Sudah saatnya pemeritnah daerah mulai secara konsisten melaksanakan Anggaran berbasis Kinerja, yaitu yang menghubungkan pengeluaran dengan hasil yang diinginkan. Melalui proses anggaran kinerja, pemerintah kota/kabupaten menetapkan keluaran-keluaran dan masing-masing program pelayanan. Kemudian pemerintah daerah membuat target pencapaiannya. Usulan anggaran dipresentasikan oleh walikota/bupati kepada DPRD berdasarkan target yang telah diproyeksikan tersebut. Data perbandingan memungkinkan DPRD dapat memahami hasil yang akan dicapai melalui tingkatan pengeluaran yang berbeda. Dengan demikian pengeluaran dapat diprioritaskan dan unit kerja dapat bertanggungjawab terhadap hasil (outcomes).(man)