Membangun Desa dengan Agropolitan

Membangun Desa dengan Agropolitan

Berita

Konsep Agropolitan pada dasarnya sebuah gerakan untuk kembali membangun desa. Desa yang baik idealnya harus bisa menjadi suatu tempat yang nyaman, bermartabat dan mensejahterakan masyarakatnya.

Begitu dipaparkan oleh Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM – IPB, Dr. Ernan Rustiadi, disela Lokakarya Nasional Agropolitan “Membangun Komitmen Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Wilayah secara Berimbang, Selasa (28/3) Hotel Pangrango 2, Bogor.

“Jangan beranggapan desa yang maju itu harus menjadi kota. Akan tetapi menjadikan desa itu menjadi tempat yang layak. Sebenarnya hal inilah yang melahirkan ide agropolitan,” ujarnya.

Menurutnya, konsep agrpolitan ini basisnya pada membangun fungsi kota pertanian dalam artian luas. Dimana pertanian itu tidak dilihat dari sisi bercocok tanam dan mencangkul saja.

“Di dalam kawasan agropolitan harus terdapat sektor industri, jasa, pariwisata, dan sebagainya, namun basisnya pertanian dalam arti yang luas,” ujarnya.

Untuk mewujudkan hal itu, Ia mengatakan harus didukung infrastruktur serta fasilitas yang baik. Malahan pihak Pekerjaan Umum (PU) sangat konsen terhadap pembangunan pedesaan..

Untuk evaluasi kawasan percontohan agropolitan, Ia memaparkan dari 98 daerah yang ada di Indonesia belum pernah dilakukan. Malahan baru akan dilakukan pengevaluasian.

“Justru kami baru akan mengevaluasi, untuk evaluasi secara keseluruhan belum pernah kita lakukan. Akan tetapi dalam mengevaluasi beberapa daerah yang pernah kita kunjungi terlihat konsep itu berjalan dengan baik,” ujarnya.

Ia mencontohkan daerah Agam di Sumatera Barat, dan Sumatera Utara konsep agropolitan sudah dapat berjalan dengan baik.

“Di Sumut koordinasi diantara pemda – pemdanya cukup bagus, namun dalam prakteknya konsep ini baru pada tataran akan dimulai,” ujarnya.

Menurutnya, menilai daerah yang berhasil dan belum berhasil tidaklah gampang, karena belum tentu keberhasilan di salah satu aspek menjadi keberhasilan pada aspek lainnya.

Agropolitan merupakan program jangka menengah dan panjang. Jangka waktu lima tahun bukanlah waktu yang cukup dalam menilai gagal tidaknya konsep Agropolitan yang diterapkan pada beberapa daerah di Indonesia.

Menurutnya dalam melaksanakan konsep Agropolitan ada dua faktor yang menghambat berjalannya konsep itu. “Pertama adalah kesulitan SDM dan yang kedua tidak jelasnya pengorganisasian,” ujarnya. (man)